Raja Malaysia Panggil Lebih Banyak Lagi Pemimpin Partai, Diyakini Membahas Parlemen dan Covid-19
Raja Malaysia menggelar pertemuan politik hari kedua dengan sejumlah pemimpin partai politik. Isu yang dibahas diyakini seputar parlemen dan Covid-19
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Raja Malaysia Al-Sultan Abdullah Ri’ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah menggelar pertemuan politik dengan memberikan audiensi kepada wakil ketua Partai Islam Se-Malaysia (PAS), Kamis (10/6/2021).
Dato' Sri Tuan Ibrahim bin Tuan Man terlihat tiba di Istana Negara pada pukul 10.20 pagi.
Ketua Partai Pejuang Tanah Air, Mahathir Mohamad dan Presiden Partai Warisan Sabah Mohd Shafie Apdal dijadwalkan bertemu raja pada Kamis, Malay Mail melaporkan.
Sementara giliran Presiden Organisasi Nasional Melayu Bersatu Ahmad Zahid Hamidi adalah pada Jumat.
Selain itu, semua pemimpin dari Gabungan Parti Sarawak telah diundang untuk audiensi dengan raja melalui konferensi video pada Senin.
Baca juga: Mantan Menteri Zaid Ibrahim Sarankan Pembentukan Pemerintahan Baru untuk Atasi Pandemi di Malaysia
Baca juga: POPULER INTERNASIONAL Raja Malaysia Panggil Para Pemimpin Politik | Hukuman Penampar Emmanuel Macron
Pemimpin oposisi Anwar Ibrahim, Sekretaris Jenderal Partai Aksi Demokrat Lim Guan Eng, dan Presiden Partai Amanah Negara Mohamad Sabu hadir di istana pada Rabu (9/6/2021), setelah raja mengadakan pertemuan pra-kabinet dengan Perdana Menteri Muhyiddin Yassin pada pagi hari.
Dilansir CNA, diduga masalah politik akan menjadi salah satu agenda pertemuan.
Namun para politisi mengatakan kepada media, diskusi berkisar pada penangan COVID-19 dan sidang parlemen yang saat ini ditangguhkan karena status darurat.
Anwar Ibrahim memohon kepada raja untuk tidak memperpanjang status darurat.
Sementara Mohamad meminta parlemen untuk bersidang kembali.
Pembentukan pemerintahan baru tidak disinggung, kata Anwar kepada wartawan di luar istana pada hari Rabu.
Dalam sebuah pernyataan, istana mengatakan, pertemuan raja dengan Muhyiddin adalah diskusi rutin tentang urusan dan masalah pemerintah.
Pada Januari, raja telah mengumumkan keadaan darurat di seluruh negara untuk mencegah penyebaran COVID-19.
Status darurat akan berakhir pada 1 Agustus atau lebih awal tergantung pada keadaan pandemi.
Keadaan darurat telah menunda sidang parlemen dan majelis negara bagian serta pemilihan umum, meski kegiatan ekonomi diizinkan untuk dilanjutkan.
Anggota parlemen oposisi dan aktivis membentuk Komite untuk Mengakhiri Deklarasi Darurat pada Maret dan meluncurkan petisi untuk meminta diakhirinya status darurat.
Mantan Menteri Zaid Ibrahim Sarankan Pembentukan Pemerintahan Baru untuk Atasi Pandemi di Malaysia
Jika Malaysia membutuhkan pemimpin baru untuk mengelola negara, lebih baik membentuk pemerintahan baru daripada membentuk Dewan Operasi Nasional atau Majlis Gerakan Negara (MAGERAN).
Demikian dikatakan mantan menteri Zaid Ibrahim, Kamis (10/6/2021).
Dalam sebuah postingan di akun Facebook-nya, mantan menteri hukum tersebut mempertanyakan mengapa wacana pembentukan badan itu diusulkan, sementara tidak ada negara lain di dunia yang menggunakan tindakan seperti itu.
Zaid mengatakan, komite yang lebih kecil seperti MAGERAN tidak menjamin efektivitas dan tidak ada jaminan akan terbebas dari unsur politik.
Jika Yang di-Pertuan Agong sampai pada kesimpulan, Malaysia membutuhkan pemimpin baru untuk mengelola pandemi dan ekonomi, katanya.
Akan lebih baik jika pemimpin oposisi Anwar Ibrahim membentuk pemerintahan baru atau menunjuk perdana menteri sementara.
Baca juga: Kasus Covid-19 Harian di Malaysia Kembali di Atas 6.000, Tambahan Infeksi Tertinggi di Selangor
"Jika dukungan mayoritas pemimpin oposisi jelas dan dia memiliki mayoritas yang bisa diterapkan di Parlemen, maka Anwar harus diundang untuk membentuk pemerintahan baru," ungkap Zaid.
"Efektivitas pemerintah dalam menangani masalah kronis sangat tergantung pada dukungan yang diberikan kepada pemimpin."
"Namun, jika mayoritasnya tidak cukup besar untuk dapat menahan penyeberangan dan pembelotan, maka perdana menteri sementara harus ditunjuk."
"Dia harus menjadi seseorang yang dapat diterima oleh mayoritas partai politik di Parlemen sehingga dia dapat melakukan pekerjaan tanpa gangguan."
"Seorang perdana menteri sementara yang masa jabatannya pendek, katakanlah untuk jangka waktu 12 bulan, tidak akan menarik 'komplotan' yang bekerja dengan katak di Parlemen untuk menggulingkan pemerintah."
Dengan perdana menteri sementara yang terutama bertugas mengelola pandemi secara efektif dan mempersiapkan bangsa untuk pemilihan umum berikutnya, masa jabatan mereka sebagian besar tidak akan terganggu, katanya.
Rabu (9/6/2021) Zaid mengusulkan agar veteran Umno Tengku Razaleigh Hamzah menjadi perdana menteri sementara karena ia adalah tokoh politik yang terpercaya dan berpengalaman, Free Malaysia Today melaporkan.
Namun Zaid menyebut bahwa belum pasti Muhyiddin Yassin akan diganti sebagai perdana menteri.
Sebab, hal itu adalah hak Istana untuk memutuskan.
Namun, katanya, Muhyiddin bisa mengalami "malam tanpa tidur" jika Raja ingin mengumpulkan kembali Parlemen bahkan saat ia tetap menjadi perdana menteri.
"Dia (Muhyiddin) akan mengalami malam tanpa tidur jika dukungannya di Parlemen sebenarnya kurang dari mayoritas."
"Mungkin bisa saja menyembunyikan tingkat dukungan Anda di balik konferensi pers, tetapi tidak ketika Anda berdiri di Parlemen untuk dilihat dunia," ucapnya.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Berita lainnya dari Malaysia