Jelang Pemilu Jepang September 2021 dan UU Pemungutan Suara Pasien Corona
Pemilihan untuk anggota Majelis (DPRD) Metropolitan Tokyo, akan lakukan pada 4 Juli, dan pemilihan wali kota di beberapa tempat di Jepang.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga menunda pembubaran pada sesi Diet biasa yang ditutup pada tanggal 16 Juni lalu.
Masa jabatan anggota DPR (parlemen Jepang) sudah mendekati 21 Oktober, dan kemungkinan besar DPR akan dibubarkan pada paruh pertama September setelah Olimpiade dan Paralimpiade Tokyo yang berakhir 5 September 2021.
"Pembubaran parlemen kami perkirakan akan dilakukan pertengahan September 2021," papar PM Yoshihide Suga, Kamis (17/6/2021).
Dalam pemilu nasional untuk memilih para anggota parlemen Jepang mendatang, sudah mulai diberlakukan UU Pemungutan Suara Pasien Corona bagi orang yang terpaksa mengurus diri sendiri surat suaranya (surat pasien tertentu) di rumah karena infeksi virus corona atau yang sedang menunggu untuk dikarantina atau ditahan setelah memasuki Jepang.
UU itu disahkan oleh Diet pada tanggal 15 Juni 2021.
Sedangkan pemilihan untuk anggota Majelis (DPRD) Metropolitan Tokyo, akan lakukan pada 4 Juli, dan pemilihan wali kota di beberapa tempat di Jepang.
Sudah hampir satu setengah tahun sejak wabah pertama jenis baru infeksi virus corona di Jepang.
"Jepang telah mengatasi gelombang besar infeksi corona berkali-kali, bahkan dengan penyakit corona, pemilihan tetap diadakan seperti biasa tanpa penundaan atau pembatalan," ungkap seorang politisi Jepang kepada Tribunnews.com, Jumat (18/6/2021).
Namun, ketika infeksi menyebar, ada beberapa kasus di mana tidak mungkin untuk ke luar dalam waktu lama karena penyesuaian rawat inap atau perawatan medis di rumah karena masalah seperti kapasitas rumah sakit penerima.
Bahkan sekarang, ada orang yang menerima perawatan medis di rumah (karantina mandiri), terutama tanpa gejala dan sakit ringan.
Sebagai aturan umum, orang-orang seperti itu tidak boleh keluar, sehingga bahkan jika pemilihan diadakan di daerah tempat tinggal mereka, tetap saja mereka tidak akan dapat memilih.
Namun kini dengan UU yang baru disahkan tersebut, mereka bisa memilihnya dari rumah dan dikirimkan lewat pos surat suaranya.
Di Jepang, ada banyak pendapat negatif tentang pemungutan suara pos agresif seperti di Amerika Serikat, tetapi tidak mungkin untuk mengabaikan masalah ini, yang secara substansial membatasi hak-hak sipil mereka yang tidak dapat keluar, bahkan dalam pemilihan majelis rendah.