WHO: Sejumlah Negara Miskin Kekurangan Pasokan Vaksin Covid-19
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan sejumlah negara miskin kekurangan pasokan vaksin Covid-19.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan sejumlah negara miskin menghadapi kekurangan pasokan vaksin Covid-19.
Dilansir BBC, penasihat senior WHO Dr Bruce Aylward mengatakan program COVAX telah mengirimkan 90 juta dosis ke 131 negara.
Tetapi jumlah tersebut tidak cukup untuk melindungi populasi dari virus yang masih menyebar di seluruh dunia.
Seperti diketahui sejumlah negara miskin menerima dosis vaksin lewat skema pembagian global, COVAX.
Baca juga: Jepang Sumbang Covax 1 Miliar USD Untuk Jaminan Keamanan Vaksin Bagi Kesehatan Dunia
Baca juga: Indonesia Dapat Tambahan 313 Ribu Dosis Vaksin AstraZeneca dari Covax
Pasokan vaksin Covid-19 di Afrika diambang kekurangan manakala kawasan tersebut kini dilanda gelombang infeksi ketiga.
Pada Senin (21/6/2021), Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa menyerukan agar negara-negara kaya tidak menimbun vaksin, mengingat pemerintahnya saja berjuang untuk mengekang lonjakan tajam kasus virus corona.
Ramaphosa mengatakan, di tingkat benua, sejauh ini hanya 40 juta dosis telah diberikan di Afrika, jumlahnya kurang dari 2% dari populasi.
Untuk mengatasi hal ini, ia mengatakan pemerintahnya bekerja sama dengan COVAX untuk membuat pusat regional untuk memproduksi lebih banyak vaksin di Afrika Selatan.
COVAX dibentuk tahun lalu untuk memastikan dosis Covid-19 tersedia di seluruh dunia, dengan negara-negara kaya mensubsidi biaya untuk negara-negara miskin.
Dipimpin oleh WHO dan organisasi internasional lainnya, COVAX awalnya menetapkan target untuk menyediakan dua miliar dosis di seluruh dunia pada akhir tahun ini.
Sebagian besar disumbangkan ke negara-negara miskin, di mana COVAX berharap dapat mendistribusikan cukup vaksin untuk melindungi setidaknya 20% populasi.
Namun, distribusi vaksin ini terhambat oleh penundaan produksi dan gangguan pasokan, yang menyebabkan kekurangan di negara-negara yang sepenuhnya bergantung pada COVAX.
Uganda, Zimbabwe, Bangladesh dan Trinidad dan Tobago hanyalah beberapa negara yang telah melaporkan kehabisan vaksin dalam beberapa hari terakhir.
Baca juga: Presiden Putin dan Biden Bertemu di Jenewa
Baca juga: WHO Minta Negara Asia Tenggara Tingkatkan Vaksinasi Covid-19
Pada briefing WHO di Jenewa, Swiss, pada Senin, Dr Aylward mengakui tingkat kekurangan tersebut secara gamblang.
Dari 80 negara berpenghasilan rendah yang terlibat dalam COVAX, "setidaknya setengah dari mereka tidak memiliki cukup vaksin untuk dapat mempertahankan program mereka saat ini," kata Dr Aylward.
“Jika kita melihat apa yang kita dengar dari negara-negara setiap hari, lebih dari setengah negara telah kehabisan stok dan menyerukan vaksin tambahan. Namun pada kenyataannya mungkin jauh lebih tinggi,” kata Dr Aylward. .
Ia mengatakan beberapa negara telah mencoba membuat pengaturan alternatif untuk mengakhiri kekurangan, dengan konsekuensi yang keras, seperti membayar di atas nilai pasar untuk vaksin.
Karena pasokan vaksin berada di bawah tekanan, beberapa negara kaya dengan dosis cadangan memimpin upaya untuk meningkatkan donasi melalui COVAX dan cara lain.
Baca juga: Singgung Perjanjian Nuklir dengan AS, Presiden Baru Iran Ebrahim Raisi Menolak Bertemu Joe Biden
Baca juga: Presiden Terpilih Iran Tegaskan Tidak akan Bersedia Bertemu dengan Joe Biden
Pada Senin pemerintahan Presiden AS Joe Biden mengumumkan bagaimana rencananya untuk menyumbangkan 55 juta dosis vaksin ke negara-negara yang membutuhkan.
Dari jumlah tersebut, 41 juta akan didistribusikan melalui COVAX, dengan 14 juta sisanya dibagikan dengan negara-negara yang dianggap sebagai prioritas.
Vaksin-vaksin ini tidak termasuk dalam 500 juta dosis yang menurut Presiden Biden akan disumbangkan AS melalui COVAX.
Presiden Biden membuat janji itu awal bulan ini pada pertemuan puncak kekuatan ekonomi utama, yang dikenal sebagai G7.
Seperti diwartakan BBC, para anggota G7 berkomitmen untuk menyumbangkan satu miliar vaksin ke negara-negara miskin selama tahun ini.
Tetapi para juru kampanye mengkritik janji itu, dengan mengatakan janji itu tidak berambisi, terlalu lambat dan menunjukkan para pemimpin Barat tidak serius menangani krisis kesehatan masyarakat terburuk dalam satu abad.
Beberapa ahli kesehatan percaya bahwa perlu berbulan-bulan - jika tidak bertahun-tahun - sebelum cukup banyak orang divaksinasi secara global untuk menyatakan berakhirnya pandemi.
Berita lain terkait dengan Penanganan Covid
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)