Dijanjikan Akan Dinikahi, Wanita Paruh Baya AS Bocorkan Informasi Rahasia ke Hizbullah
Miriam Taha Thompson (62) yang pegawai pertahanan AS membocorkan informasi rahasia demi mendapatkan cinta pria yang berafiliasi dengan Hizbullah
Editor: hasanah samhudi
TRIBUNNEWS.COM – “Saya hanya ingin memiliki seseorang yang mencintai saya di usia tua saya,” ujar Mariam Taha Thompson, kepada Hakim Distrik AS John D Bates, Rabu (23/6).
Thompson yang berusia 62 tahun dijatuhi hukiuman penjara 23 tahun karena terbukti memberikan informasi pertahanan nasional yang rahasia kepada seorang pria yang dicintainya. Ternyata pria tersebut ada kaitan dengan kelompok Hizbullah.
Hukuman ini jauh di bawah tuntutan jaksa yang menghendaki ia dihukum penjara seumur hidup.
Ia didakwa telah memberikan informasi pertahanan yang diklasifikasikan pada tingkat rahasia untuk membantu pemerintah asing. Tuduhan ini bisa membuatnya diberi hukuman maksimum hingga penjara seumur hidup.
Tindakannya ini telah membahayakan nyawa aset manusia yang menyamar, mata-mata, untuk Amerika Serikat.
Baca juga: Buntut Ketegangan AS-China, Elon Musk Siap Tutup Pabrik Tesla Jika Dpakai untuk Spionase
Seperti dilansir dari UPI, Thompson yang warga Minnesota adalah wanita kelahiran Lebanon 62 tahun lalu. Tapi ia menjadi warga negara Amerika Serikat yang dinaturalisasi pada 1993.
Thompson bekerja sebagai ahli Bahasa sejak 2006. Ia ditugaskan di fasilitas Satuan Tugas Operasi Khusus di Erbil, Irak, pada pertengahan Desember 2019.
"Hukuman Thompson mencerminkan keseriusan pelanggarannya terhadap kepercayaan rakyat Amerika, sumber manusia yang dia bahayakan dan pasukan yang bekerja bersamanya sebagai teman dan kolega," Asisten Jaksa Agung John Demers untuk Divisi Keamanan Nasional Departemen Kehakiman kata dalam sebuah pernyataan.
"Thompson memberikan rahasia sensitif negara kita kepada seseorang yang dia tahu memiliki hubungan dengan Hizbullah Lebanon, membuat pengkhianatannya semakin serius,” kata Demers.
Dikatakannya, Thompson tahu bahwa informasi yang dia berikan kepada pria yang diidentifikasi dalam dokumen pengadilan sebagai "kokonspirator yang tidak didakwa" akan sampai ke Hizbullah.
Baca juga: Warga Singapura Ini Jadi Mata-mata China di AS, Kena Tuduhan Aksi Spionase untuk Kekuatan Asing
Menurut Pernyataan Pelanggaran dalam Mendukung Plea of Guilty, pria yang dicintai Thompson adalah warga negara Lebanon yang kaya dan mempunyai lobi yang bagus.
Ia dikenalkan ke pria itu oleh seorang anggota keluarga pada 2017 melalui media sosial.
Meskipun mereka tidak pernah bertemu, pria itu mengatakan ingin menikahinya, dan Thompson menyetujuinya.
Pada 29 Desember 2019, saat hubungan Amerika Serikat dan Iran memburuk, militer AS melakukan serangan udara terhadap Kata'ib Hizbollah di Irak dan Suriah.
Serangan ini sebagai pembalasan atas serangan terhadap pangkalan militer yang menampung pasukan koalisi Operational Inherent Resolve.
Baca juga: Cegah Aksi Spionase, Amerika Mulai Batasi Pergerakan Para Diplomat China
Menanggapi serangan udara, pengunjuk rasa menyerang Kedutaan AS di Baghdad, yang oleh Donald Trump saat itu bahwa serangan itu diatur oleh Iran.
Kemudian pada 3 Januari 2020, Amerika Serikat membunuh Qassem Soleimani, pemimpin elit Korps Pengawal Revolusi Islam di Bandara Internasional Baghdad.
Jaksa mengatakan pria kokonspirator tersebut kemudian menghubungi Thompson dengan sangat emosional dan kesal tentang serangan udara itu.
Pria tersebut meminta Thompson untuk memberikan informasi kepada Hizbullah tentang aset manusia yang membantu Amerika Serikat menargetkan Soleimani.
Jaksa mengatakan, Thompson pun menyerahkan sejumlah informasi yang diminta pacarnya. Secara total, Thompson menyerahkan informasi identitas delapan aset manusia yang menyamar, termasuk nama asli dan foto mereka.
Baca juga: Iran Hukum Mati Agen Spionase Amerika dan Israel
Selain itu, Thompson juga memberikan informasi 10 target AS dan berbagai taktik, Teknik, dan prosedur yang digunakan aset manusia untuk mendapatkan informasi bagi Amerika Serikat, kata pihak jaksa.
Thompson ditangkap pada 27 Februari 2020 setelah penyelidikan yang dimulai sebulan sebelumnya, dan dia didakwa beberapa hari kemudian pada 5 Maret.
Kuasa hukum Thompson meminta Hakim Distrik AS John D Bates agar kliennya hanya dihukum tujuh tahun.
Pembela Thompson telah meminta hukuman tujuh tahun dari Hakim Distrik AS John D. Bates.
Namun ia mengatakan, tidak mengetahui apakah ada kasus spionase di mana terpidana mendapat hukuman kurang dari 15 tahun karena menyerahkan identitas aset manusia, lapor The Washington Post.
Baca juga: Iran Mendakwa Turis Prancis atas Tuduhan Spionase dan Propaganda
Sewaktu meminta keringanan hukuman kepada Hakim Bates, Thompson mengatakan bahwa ia mencintai negaranya dan pasukannya.
“Karena saya sangat mengharapkan cinta itu, saya lupa siapa saya untuk waktu yang singkat,” ujarnya,
Akhirnya, Thompson dijatuhi hukuman 23 tahun penjara. Yang meringankan hukuman adalah Thompson sudah bertugas bersama pasukan AS di Afghanistan, Irak dan Suriah.
Tapi hukuman penjara 23 tahun pada dasarnya diperkirakan akan membuatnya tetap berada di balik jeruji besi selama sisa hidupnya. (Tribunnews.com/UPI/Hasanah Samhudi)