Krisis Ekonomi di Lebanon: Tentara Buka Tur Helikopter, Listrik Padam, hingga Mata Uang Anjlok
Dua pembangkit listrik utama di Lebanon dimatikan pada Jumat (9/7/2021) hingga membuat sebagian besar wilayah mengalami pemadaman listrik nyaris total
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Garudea Prabawati
Dilansir Reuters, keruntuhan ekonomi ini juga memaksa tentara putar otak dengan membuka tur helikopter untuk membiayai pemeliharaan.
"Perang yang kami hadapi adalah ekonomi dan oleh karena itu membutuhkan cara yang tidak konvensional dan ide yang kami miliki adalah melakukan tur helikopter," kata Kolonel Hassan Barakat, juru bicara militer.
"Biaya perjalanan ini menjamin pemeliharaan penting pesawat," ujarnya.
Tur menggunakan helikopter Robinson R44 selama 15 menit dihargai $150 atau Rp 2,1 juta.
Bank Dunia menggambarkan Lebanon saat ini mengalami salah satu depresi ekonomi terdalam dalam sejarah modern.
Mata uang kehilangan lebih dari 90% nilainya dalam waktu kurang dari dua tahun dan lebih dari setengah populasi tenggelam dalam kemiskinan.
Komandan Angkatan Darat, Jenderal Joseph Aoun bulan lalu mengingatkan krisis akan menyebabkan runtuhnya semua lembaga negara termasuk tentara.
Dia menyebut nilai gaji bulanan seorang tentara sekarang hanya $90 sekira Rp 1,3 juta.
Baca juga: Hizbullah Lebanon Bangun Banyak Terowongan Infiltrasi Menuju Wilayah Israel
Baca juga: Solidaritas untuk Palestina, Aksi Protes di Lebanon Terus Berlanjut
Diketahui krisis ekonomi yang melanda Lebanon terjadi karena korupsi yang terjadi puluhan tahun dan pemborosan di pemerintahan.
Sebagai penerima besar dukungan militer AS, tentara telah menopang stabilitas Lebanon sejak akhir perang saudara 1975-90.
Qatar minggu ini mengatakan akan memberi tentara 70 ton makanan per bulan.
"Ini adalah pengalaman yang menyenangkan bagi anak-anak saya untuk melihat Lebanon, dan pantai Lebanon yang indah dari udara," kata Adib Dakkash, wisatawan dari Swiss yang menggunakan tur helikopter ini.
"Saya lebih suka menghabiskan $150 agar helikopter tentara terus beroperasi, sehingga pilot dan perwira terus terbang, daripada menghabiskannya di restoran, untuk makanan atau hal-hal yang tidak berarti," tambahnya.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)