Armada Perang Inggris Masuki Medan Konflik Laut China Selatan
Inggris mengerahkan dua kapal angkatan laut ke perairan sekitar Jepang akhir tahun ini menjelang kedatangan kelompok kapal induk HMS Queen Elizabeth.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Inggris mengumumkan rencana untuk secara permanen mengerahkan armada kapal angkatan lautnya ke Jepang, berlayar melalui medan konflik Laut Cina Selatan.
Keputusan Inggris ini mempertegas strategi negara-negara barat meningkatkan keterlibatan di kawasan Pasifik dan Asia Timur.
Inggris mengerahkan dua kapal angkatan laut ke perairan sekitar Jepang akhir tahun ini menjelang kedatangan kelompok kapal induk HMS Queen Elizabeth di Jepang.
“Menyusul pengerahan perdana kelompok penyerang itu, Inggris akan secara permanen menugaskan dua kapal di kawasan itu mulai akhir tahun ini,” kata Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace di Tokyo, Selasa (20/7/2021).
Baca juga: AS Pertimbangkan Sanksi Baru Terhadap Penjualan Minyak Iran ke China
Baca juga: Jika Perang Pecah, Bagaimana Skenario Militer China untuk Menyerbu Taiwan?
Ia bertemu rekan sejawatnya, Menlu Jepang, Nobuo Kishi. “Kami akan menghormati Cina dan kami berharap Cina menghormati kami. Kami akan berlayar di mana hukum internasional memungkinkan,” kata Wallace.
Wallace menambahkan kapal-kapal perang Inggris tidak akan secara khusus berbasis di pelabuhan Jepang tetapi akan berpatroli di perairan sekitarnya.
Jepang adalah mitra strategis Inggris dan AS, berpartisipasi dalam latihan militer bersama dan menjadi tuan rumah konsentrasi terbesar pasukan Amerika di luar negeri.
Kapal perang terbesar Angkatan Laut Kerajaan Inggris, HMS Queen Elizabeth akan tiba di Jepang pada September 2021.
Armada itu akan berpartisipasi dalam latihan bersama Pasukan Bela Diri Tokyo.
Langkah tersebut, yang dijelaskan Kishi dan Wallace, dirancang untuk melawan aktivitas teritorial Cina di wilayah tersebut.
HMS Queen Elizabeth saat ini dikawal kapal perusak, fregat dan kapal pendukung Angkatan Laut Kerajaan, serta kapal AS dan Belanda.
Belum diketahui apakah negara-negara itu akan bergabung dengan Inggris dalam penempatan permanen ke wilayah tersebut.
Laut Cina Selatan dan perairan di sekitarnya telah menjadi tempat meningkatnya ketegangan antara Beijing, negara-negara tetangga, dan negara-negara barat.
Cina tetap teguh mereka memiliki kedaulatan teritorial dan hak maritim di Laut Cina Selatan, menuduh barat terlibat perilaku yang sangat tidak bertanggung jawab.
Beijing menuduh kelompok negara barat sengaja memprovokasi kontroversi di wilayah tersebut.
Negara-negara barat telah mengklaim argumen teritorial “sembilan garis putus-putus” Cina melanggar hukum. Mereka berpendapat kehadiran mereka melindungi hukum laut internasional.
Rencana pelayaran kapal induk Inggris ini bakal memicu ketegangan baru atas klaim pelayaran mereka sesuai hukum internasional.
Pada Juni, armada Kementerian Pertahanan Rusia melepaskan tembakan peringatan ke HMS Defender, kapal perang Angkatan Laut Kerajaan Inggris yang berlayar di Laut Hitam.
Rencana lain, Inggris juga akan menggelar operasi pasukan khusus melawan Rusia dan Cina. Informasi ini disampaikan perwira Marinir Inggris, Mark Totten.
Marinir Kerajaan Inggris akan mengambil alih beberapa peran tradisional dari unit pasukan khusus negara seperti SAS dan SBS.
Totten saat ini memimpin pasukan komando masa depan berkekuatan 4.000 orang yang akan berbagi beban pasukan khusus seperti dalam misi kontrateroris maritime.
SAS dan SBS tampaknya akan mengerahkan segala upaya untuk melawan musuh besar negara, merujuk posisi Moskow dan Beijing.
Di sekitar Laut Cina Selatan, pasukan komando itu kemungkinan akan melatih angkatan laut negara-negara di sekitar Cina untuk membuat mereka lebih siap menghadapi apa yang mereka sebut permusuhan Cina.
Sifat potensi operasi Pasukan Khusus Inggris terhadap Rusia masih belum jelas. Diperkirakan mereka akan membantu pengawasan aktivitas intelijen Rusia.(Tribunnews.com/RussiaToday/xna)