Rumah Sakit Kewalahan Tampung Jasad Pasien Covid-19, Sri Lanka Mulai Kremasi Massal
Sri Lanka mulai kremasi massal jasad korban Covid-19 Minggu (8/8/2021) setelah rumah sakit kewalahan tampung korban Covid-19 yang meninggal
Editor: hasanah samhudi
TRIBUNNEWS.COM, KOLOMBO - Sri Lanka telah memulai kembali kremasi massal untuk membersihkan tumpukan mayat akibat Covid-19, sementara kasus baru melonjak di seluruh negeri.
Para pejabat setempat mengatakan Senin (9/8/2021) bahwa Kolombo memulai kremasi massal pada Minggu (8/8/2021) malam.
Disebutkan, 15 jasad penderita Covid-19 dikirim ke Pemakaman Umum Kolombo setelah freezer di rumah sakit utama negeri itu tidak lagi dapat menampung korban kematian Covid-19.
Beban rumah sakit menjadi berat dengan iInfeksi virus harian di negara itu meningkat dua kali lipat dalam sebulan menjadi lebih dari 2.500, dengan hampir 100 kematian setiap hari.
Itu adalah kremasi massal pertama sejak Desember 2020 lalu, ketika pemerintah menolak kecamanan pemuka agama lantaran 15 anggota minoritas Muslim, termasuk seorang bayi berusia 20 hari, dikremasi.
Baca juga: Kremasi paksa jenazah pasien Muslim Covid-19 di Sri Langka, tak ada martabat saat meninggal dunia
Baca juga: Kremasi Jenazah 15 Warga Muslim Korban Covid-19, Pemerintah Sri Lanka Tuai Kecaman
Setelah protes lokal dan internasional, pemerintah kemudian mengizinkan umat Islam untuk dimakamkan di sudut terpencil di timur pulau itu, sesuai dengan tradisi Islam.
Krematorium Baru
Serikat Inspektur Kesehatan Masyarakat (PHI) mengatakan mayat pasien Covid-19 menumpuk di rumah sakit selama akhir pekan karena krematorium yang bekerja sepanjang waktu tidak dapat mengatasi peningkatan kematian yang cepat.
"Pada tingkat ini, kami mungkin harus membangun krematorium baru," kata ketua serikat pekerja PHI Upul Rohana kepada wartawan di Kolombo.
Di rumah sakit Kolombo Utara, ada 20 mayat tanpa pendingin sementara jumlah di rumah sakit Panadura di selatan ibu kota menampung lebih dari 50 jasad.
Sumber rumah sakit menyebutkan, di kamar mayat Rumah Sakit Nasional Kolombo, 66 lemari es diisi dan mayat-mayat menumpuk di troli dan meja, kata sumber rumah sakit.
Baca juga: Gelombang Kedua Covid-19, India Kekurangan Oksigen, Tempat Tidur Pasien dan Tempat Kremasi
Baca juga: India Sibuk Cari Oksigen Hingga Lokasi Kremasi Pasca Kasus Covid-19 Melonjak Drastis
Selama pandemi, negara telah menguburkan mayat dan tidak menyerahkannya ke pihak keluarga.
Rohana mengatakan lonjakan infeksi juga berarti pelacakan kontak pasien tidak lagi praktis.
Sejumlah pembatasan diperketat pada hari Jumat (30/7/2021) ketika laporan muncul tentang pasien Covid-19 yang meninggal saat menunggu masuk ke rumah sakit yang penuh sesak.
Pemerintah mengatakan upacara kenegaraan dan pertemuan umum dilarang hingga 1 September.
Lebih dari 11 juta orang dari populasi 21 juta telah diberikan setidaknya satu suntikan vaksin, sementara 2,93 juta telah menerima keduanya pada hari Minggu kemarin.
Baca juga: 115 Pasien Covid-19 India Tewas Tiap Jam, Jenazah Dikremasi di Jalanan Jika Krematorium Penuh
Baca juga: Nasib Pilu Korban Covid-19 Muslim di Sri Lanka, Jenazah harus Dikremasi dan Terima Perlakuan Rasis
Data resmi Sri Lanka mencatat 5.107 kematian hingga saat ini dan hampir 330.000 infeksi. Namun para ahli mengatakan angka sebenarnya jauh lebih tinggi.
Gelombang baru datang setelah pemerintah melonggarkan pembatasan pada bulan April untuk memungkinkan perayaan tradisional Sinhala dan Tahun Baru Tamil.
Peraturan diperketat sekali lagi di bulan Mei dan dilonggarkan lagi pada 10 Juli.
Protes Muslim
Kremasi Minggu malam merupakan yang pertama sejak Sri Lanka dikecam karena mengkremasi warga Muslim korban Covid-19 Desember lalu.
Pemerintah Sri Lanka pertama kali mengumumkan larangan penguburan korban Covid-19 pada April 2020.
Baca juga: India Terpaksa Bangun Pemakaman Umum Darurat di Taman Kota karena Kehabisan Tempat untuk Kremasi
Baca juga: Ahli Forensik Polri: Jenazah Pasien Positif Corona Paling Aman Dikremasi
Saat itu, mayoritas biksu Buddha bahwa jasad penderita Corona yang dikuburkan dapat mencemari air tanah dan menyebarkan virus.
Komunitas Muslim Sri Lanka mengecam kebijakan pemerintah ini. Sejumlah warga Muslim bahkan melakukan unjuk rasa memprotes kebijakan ini.
Menteri Kesehatan Sri Lanka Pavithra Wanniarachchi saat itu tidak memberikan alasan membatalkan larangan penguburan tersebut.
Sumber resmi pemerintahan mengatakan, PM Pakistan Khan mengangkat permasalahan itu bersama Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa dan Perdana Menteri-nya Mahinda Rajapaksa pada awal Februari lalu.
Puluhan warga Muslim Sri Lanka memanfaatkan kunjungan PM Khan untuk menyoroti pemerintah Sri Lanka yang mengabaikan aturan pemakaman dalam agama Islam.
Baca juga: Mengintip Pengurusan Jenazah Korban Covid-19 di Jepang, Harus Dikremasi Dalam Waktu 24 Jam
Pemerintah Sri Lanka akhirnya akhirnya mencabut aturan kremasi paksa terhadap warga Muslim yang meninggal akibat Covid-19.
Keputusan itu disampaikan setelah Perdana Menteri (PM) Pakistan, Imran Khan mengunjungi Sri Lanka dan mendesak pemerintah untuk menghormati cara pemakaman warga minoritas Muslim. (Tribunnews.com/TST/Hasanah Samhudi)