Taliban Rayakan Hari Kemerdekaan Afghanistan, Tantangan Besar Menanti
Taliban merayakan Hari Kemerdekaan Afghanistan Kamis (19/8/2021), namun tantangan besar terkait ekonomi dan pemerintahan menanti.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Taliban merayakan Hari Kemerdekaan Afghanistan pada hari Kamis (19/8/2021), Associated Press melaporkan.
Kelompok itu menyatakan telah mengalahkan "kekuatan arogan dunia", Amerika Serikat.
Namun, tantangan terhadap pemerintahan baru di negara itu hingga potensi ancaman senjata dari oposisi mulai bermunculan.
Dari ATM yang kehabisan uang tunai hingga kekhawatiran tentang pasokan makanan di seluruh negara berpenduduk 38 juta orang yang bergantung pada impor ini, Taliban menghadapi semua tantangan dari pemerintah sipil yang mereka singkirkan.
Sementara itu, tokoh oposisi yang melarikan diri ke Lembah Panjshir Afghanistan sekarang berbicara tentang meluncurkan perlawanan bersenjata di bawah Aliansi Utara, yang bersekutu dengan AS selama invasi 2001.
Taliban sejauh ini tidak menawarkan rencana untuk pemerintah yang akan mereka pimpin.
Baca juga: Pasukan Taliban Mulai Tembaki Warga yang Protes Pengibaran Bendera Afghanistan
Baca juga: Taliban Umumkan Pembentukan Emirat Islam Afghanistan, Dibentuk Dewan Penguasa
Mereka hanya menyebut negara akan dipandu oleh hukum Syariah, atau hukum Islam. Namun tekanan terus meningkat.
"Krisis kemanusiaan dengan proporsi yang luar biasa sedang berlangsung di depan mata kita," kata Mary Ellen McGroarty, kepala Program Pangan Dunia di Afghanistan.
Namun Taliban menyebut, "Untungnya, hari ini kita merayakan ulang tahun kemerdekaan dari Inggris."
"Kami pada saat yang sama, sebagai akibat dari perlawanan jihad kami, memaksa arogan kekuatan dunia lainnya, Amerika Serikat, untuk gagal dan mundur dari wilayah suci kami di Afghanistan."
Sementara itu, sebagian besar pejabat pemerintah masih bersembunyi di rumah mereka atau berusaha melarikan diri dari Taliban.
Krisis Ekonomi dan Pangan
Masih ada pertanyaan tentang cadangan devisa Afghanistan senilai $9 miliar, sebagian besar sekarang tampaknya membeku di AS.
Kepala Bank Sentral negara itu memperingatkan pasokan fisik dolar AS negara itu "mendekati nol," yang akan membuat inflasi menaikkan harga makanan yang dibutuhkan sambil terdepresiasi mata uangnya, afghani.