Cara Taliban Mengejek AS, Publikasikan Foto Mirip Iwo Jima di Media Sosial
Twitter sejauh ini masih mengizinkan Taliban muncul platformnya, selama mereka tidak melanggar aturan tentang ujaran kebencian dan konten kekerasan.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, KABUL - Taliban telah merilis foto yang tampaknya secara eksplisit dipublikasikan untuk mengejek Amerika Serikat (AS).
Foto yang dirilis oleh elit militan Batalyon Badri 313 menunjukkan bahwa para pejuang itu tengah menggunakan perlengkapan 'kostum' buatan AS saat menancapkan bendera putih dan hitam 'Imarah Afghanistan' yang diproklamirkan pemerintah Taliban.
Menariknya, dalam foto itu, pose mereka mengingatkan pada ikon Perang Dunia, foto saat tentara AS mengibarkan bendera Amerika di Iwo Jima, Jepang.
Perlu diketahui, foto Iwo Jima sangat dihormati warga Amerika dan telah direplikasi pada peringatan Perang Korps Marinir di Arlington, Virginia, AS.
Foto tersebut bahkan telah memenangkan Hadiah Pulitzer 1945 untuk kategori Fotografi, dan telah diabadikan dalam film, lagu, koin, perangko, Undang-undang (UU) dan media lainnya selama beberapa dekade.
Fungsinya adalah sebagai pengingat kampanye berdarah AS melawan pasukan Jepang.
Baca juga: Rusia: Taliban adalah Penguasa Sah, Tidak Ada Alternatif Selain Mereka di Afghanistan
Dikutip dari laman Sputnik News, Minggu (22/8/2021), Taliban telah mengerahkan Batalyon Badri 313 di Kabul, ibu kota Afghanistan pada pekan ini setelah berhasil masuk pada hari Minggu lalu.
Baca juga: Badri 313, Pasukan Elite Taliban dengan Peralatan Canggih Berpatroli di Jalan-jalan Kota Kabul
Kelompok militan itu juga merilis video propaganda yang menampilkan para pejuang yang secara dramatis berlari dalam gerakan lambat mengikuti alunan musik dan berpatroli di jalan-jalan, dipersenjatai dengan senapan M4 buatan AS, mengendarai Humvee yang dilengkapi dengan turret senapan mesin, serta mengenakan rompi, helm edisi anti peluru AS dan kaca mata Oakley.
Baca juga: Petinggi Taliban Bertemu Mantan Presiden Afghanistan Hamid Karzai di Kabul
Tampilannya jauh berbeda dari 'kostum dan ciri' sebelumnya yang memakai sorban, jubah, janggut panjang, dan sandal jepit yang telah menjadi citra ikonik Taliban di 'alam bawah sadar negara Barat' selama beberapa dekade.
Perlu diketahui, AS memberikan persenjataan senilai 28 miliar dolar AS kepada pasukan keamanan Afghanistan pada periode 2002 hingga 2017.
Hampir semua peralatan militer itu kini 'dikhawatirkan' jatuh ke tangan Taliban.
Pengguna media sosial Amerika menyatakan kemarahan mereka atas pemotretan gaya Iwo Jima yang dilakukan Taliban.
Mereka mengecam Taliban dan pemerintahan Presiden AS Joe Biden, serta menyebut foto itu 'memalukan'.
Para netizen juga menuntut agar Biden 'mengundurkan diri atau dimakzulkan dan disingkirkan' karena kegagalannya di Afghanistan.
Secara lahiriah, Taliban yang memasuki Kabul pada pekan lalu tampak sangat berbeda dari kelompok yang memerintah Afghanistan pada 1990-an dan berusaha mengembalikan negara itu ke abad ke-7.
Media Barat arus utama telah mencirikan Taliban saat ini sebagai 'Taliban 2.0', mengacu pada sifat teknologi dan melek media serta kemampuan mereka untuk menggunakan teknologi modern Barat untuk melawan pihak yang mereka anggap sebagai 'kafir'.
Pada 1990-an, Taliban telah melarang penggunaan televisi, radio dan surat kabar selama pemerintahannya atas Afghanistan.
Namun kini semua berubah, mereka telah terbukti sangat mahir menggunakan media sosial untuk menyebarkan pesan dan propaganda, dalam kampanye terbaru melawan AS dan pemerintah afghanistan yang menjadi sekutu AS.
Kelompok ini banyak menggunakan media sosial termasuk Twitter dan Facebook untuk menyebarkan pesannya itu.
Bahkan mereka telah menguasai seni videografi seluler dan fotografi digital serta mahir menggunakan teknologi lainnya.
Media AS termasuk Bloomberg dan Politico berspekulasi bahwa Taliban kini tidak akan berusaha untuk menyingkirkan teknologi modern saat mereka berkuasa.
Hal itu karena pentingnya menyebarkan pesan dan propagandanya melalui pemanfaatan teknologi.
Selain itu, mereka juga ingin mendapatkan pengakuan atau setidaknya 'pengakuan de facto' dari masyarakat internasional.
Facebook, WhatsApp, dan Google baru-baru ini berjanji menghapus semua akun dan konten yang terkait dengan Taliban.
Namun, Twitter sejauh ini masih mengizinkan Taliban muncul platformnya, selama mereka tidak melanggar aturan tentang ujaran kebencian dan konten kekerasan.
Di media sosial Twitter, unit milisi grup, juru bicara, hingga akun media kelompok pemberontak itu telah mengumpulkan ratusan ribu followers.
Beberapa warga AS pun telah menyatakan kemarahan mereka atas apa yang disebut sebagai 'kemunafikan terang-terangan' saat Twitter mengizinkan kelompok yang telah membunuh tentara AS dan berjanji untuk secara dramatis mengekang hak-hak perempuan menggunakan platform tersebut.
Padahal pada saat yang sama, mantan Presiden AS Donald Trump telah dilarang secara permanen dalam penggunaan semua media sosial.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.