Militer Myanmar Tangkap 2 Jurnalis yang Dianggap Sebarkan Informasi Palsu dan Hasut Warga untuk Demo
Pemerintah militer atau junta menangkap dua jurnalis yang dianggap telah menyebarkan informasi palsu dan menghasut warga untuk ikut gerakan demo.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah militer atau junta Myanmar menangkap dua wartawan lokal, lapor televisi milik militer pada Sabtu (21/8/2021).
Penangkapan tersebut merupakan upaya terbaru junta dalam menindaklanjuti pemberitaan di media yang tidak sesuai dengan aturan yang mereka berlakukan.
Dikutip dari CNA, wartawan yang ditangkap yaitu Sithu Aung Myint dari situs berita Frontier Myanmar sekaligus komentator di radio Voice of America.
Kemudian, Htet Htet Khine, seorang pekerja lepas yang bekerja untuk BBC Media Action.
Kedua wartawan tersebut ditangkap pada Minggu (15/8/2021), Myawaddy TV melaporkan.
Baca juga: AAPP Sebut Korban Tewas akibat Kudeta Myanmar Capai 1.000, Pihak Junta: Dilebih-lebihkan
Adapun Sithu Aung Myint didakwa karena dianggap telah melakukan penghasutan dan menyebarkan informasi palsu melalui unggahan di media sosial.
Menurut Myawaddy, unggahan Sithu Aung Myint mengandung kritik keras terhadap junta.
Unggahan Sithu Aung Myint juga tampak mendesak orang-orang untuk bergabung dalam gerakan demonstrasi dan mendukung gerakan oposisi junta.
Sementara Htet Htet Khine ditangkap atas tuduhan menyembunyikan Sithu Aung Myint, seorang buronan tersangka kriminal.
Selain itu Htet Htet Khine dituduh bekerja dan mendukung pemerintah bayangan Persatuan Nasional.
Baca juga: Pemerintah Militer Myanmar Tidak Punya Rencana Vaksinasi Etnis Rohingya
Reporters Without Borders (RSF) mengatakan Sithu Aung Myint dan Htet Htet Khine ditahan "tanpa komunikasi", untuk itu penahanan mereka tidak sah.
"Kami mengutuk keras kondisi penahanan mereka yang sewenang-wenang, yang mencerminkan kebrutalan yang dilakukan junta militer terhadap wartawan," kata Daniel Bastard, kepala RSF Asia-Pasifik.
Situasi di Myanmar masih penuh dengan ketidakstabilan dan penentangan terhadap junta, di mana lebih dari 1.000 orang telah tewas, menurut sebuah kelompok aktivis yang telah melacak pembunuhan oleh pasukan keamanan (AAPP).
Sebelumnya, junta telah mencabut izin dari banyak outlet berita.