Salah Sebut Nama Presiden Afghanistan, Menlu AS Diejek Tertular Demensia Joe Biden
Sama seperti Joe Biden, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken tampaknya mengalami kesulitan untuk menyebutkan nama secara benar.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Sama seperti Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken tampaknya mengalami kesulitan untuk menyebutkan nama secara benar.
Saat berbicara tentang pelarian Ashraf Ghani ke Uni Emirat Arab (UEA), Blinken pun mengingat panggilan telepon yang ia lakukan dengan Presiden Afghanistan itu.
Komunikasi ini berlangsung 'hanya sehari' sebelum kelompok Taliban mencapai Kabul, ibu kota Afghanistan.
Namun bukannya mengatakan bahwa ia telah berbicara dengan Ghani yang kini telah mengundurkan diri dan kabur ke UEA, Blinken secara keliru menyebut nama pendahulu Ghani, yakni Hamid Karzai.
Perlu diketahui, Karzai menjabat sebagai Presiden Afghanistan pada periode 2001 hingga 2014 lalu.
Baca juga: Afghanistan: Ke mana warga akan mengungsi setelah Taliban berkuasa?
"Dalam sepekan, pemerintah jatuh. Dan omong-omong, saya berbicara di telepon dengan Presiden Karzai sehari sebelumnya, saat ia memberitahu kepada saya tentang niatnya, seperti yang ia katakan, 'berjuang sampai mati'. Tapi yah, keesokan harinya, dia malah pergi," kata Blinken.
Dikutip dari laman Sputnik News, Senin (23/8/2021), saat videonya yang 'blunder' karena salah sebut nama itu viral, Blinken langsung diejek di media sosial.
Banyak netizen yang menyebutnya 'tertular demensia Biden'.
Seorang mantan pejabat senior di kabinet Ghani menyampaikan bahwa Ghani dan para pembantunya terkejut dengan kemajuan cepat Taliban dan pengepungan Kabul.
Hal itu karena mereka sedang dalam proses mencapai kesepakatan untuk 'menyerahkan secara damai kekuasaan kepada pemerintah yang inklusif' serta pengumuman pengunduran diri Ghani.
Baca juga: Taliban Berjanji akan Memaafkan Ashraf Ghani jika Kembali ke Afghanistan, Klaim Telah Menang Besar
"Pada hari-hari menjelang kedatangan Taliban ke Kabul, kami telah berproses untuk mencapai kesepakatan dengan AS dalam menyerahkan kekuasaan secara damai kepada pemerintah yang inklusif dan agar Presiden Ghani mengundurkan diri. Pembicaraan ini sedang berlangsung saat Taliban datang ke kota itu. Taliban yang memasuki kota Kabul dari berbagai titik, ditafsirkan oleh intelijen kami sebagai kemajuan yang tidak diprediksi," kata sumber itu.
Sebelumnya, Presiden Ashraf Ghani melarikan diri dari negara itu saat Taliban menyelesaikan pengambilalihan Afghanistan dengan memasuki ibu kota pada 15 Agustus lalu.
Ghani yang saat ini berada di UEA menyatakan bahwa ia bermaksud untuk kembali ke Afghanistan dalam waktu dekat untuk memberikan 'keadilan' bagi semua warga negara Afghanistan.