Mantan Marinir AS Bunuh 4 Orang, Termasuk Bayi dalam Gendongan Ibunya
Seorang laki-laki diduga telah menembak dan membunuh empat orang, termasuk seorang bayi, di dekat Lakeland, Florida, Amerika Serikat (AS), sebelum akh
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, FLORIDA - Seorang laki-laki diduga telah menembak dan membunuh empat orang, termasuk seorang bayi, di dekat Lakeland, Florida, Amerika Serikat (AS), sebelum akhirnya menyerah setelah baku tembak dengan kepolisian sheriff wilayah tersebut.
Pembunuhan itu terjadi pada hari Minggu, sekitar pukul 04.30 waktu setempat.
"Para korban tewas ini termasuk diantaranya seorang laki-laki, dua perempuan dan seorang bayi laki-laki yang tewas dalam pelukan ibunya," kata Sheriff Polk County, Grady Judd.
Sementara itu, seorang anak perempuan berusia 11 tahun juga ditembak beberapa kali, namun ia diperkirakan selamat setelah dilarikan ke rumah sakit dan langsung menjalani operasi.
"Saya tidak akan pernah tega melihat ibu yang terbaring di sana dengan bayinya yang meninggal dalam pelukannya," jelas Judd.
Dikutip dari laman Russia Today, Senin (6/9/2021), penembak itu diidentifikasi sebagai Bryan Riley, seorang mantan penembak jitu Korps Marinir AS berusia 33 tahun yang bertugas di Irak dan Afghanistan.
Ia menyerah setelah terluka dalam aksi baku tembak dengan para deputi Sheriff atau petugas kepolisian setempat.
Setelah penangkapannya, Riley mengatakan kepada para polisi itu bahwa ia menggunakan metamfetamin dan mencoba merebut pistol dari seorang petugas polisi Lakeland saat tengah dirawat di rumah sakit karena menderita luka tembaknya.
Baca juga: Wanita di Florida Dirawat di RS karena Covid-19, Begitu Pulang Lihat Suaminya Sudah Meninggal
Tersangka pembantaian satu keluarga ini merupakan penduduk Brandon, Florida dan bekerja sebagai pengawal.
"Mereka memohon untuk tidak dibunuh, dan saya tetap membunuh mereka," kata Riley, seperti yang disampaikan oleh Judd.
Judd pun menyebut Riley sebagai orang yang sangat kejam, karena juga tega membunuh anjing milik keluarga yang dibantainya itu.
Di sisi lain, kekasih Riley mengatakan kepada penyelidik bahwa Riley menderita PTSD dan depresi.
Riley kali pertama berhubungan dengan keluarga Polk County itu pada hari Sabtu lalu, saat ia diduga menyampaikan kepada Hakim Gleason yang berusia 40 tahun, bahwa Tuhan telah memberinya penglihatan bahwa putrinya, 'Amber' akan bunuh diri.
Gleason yang sedang memotong rumput di halaman rumahnya, merasa tidak memiliki anak perempuan dengan nama itu, ia pun mengancam akan memanggil polisi.
Namun Riley disebut berkata, 'tidak perlu memanggil polisi, saya polisi yang dikirim Tuhan'.
Kemudian pada Sabtu malam, kantor sheriff mendapatkan telepon dari kediaman Gleason yang melaporkan adanya seorang laki-laki mencurigakan tengah mengintai rumah mereka.
Laki-laki yang diduga Riley itu menyampaikan kepada seorang perempuan di rumah Gleason bahwa 'Tuhan mengirim saya ke sini untuk berbicara dengan salah satu putri anda'.
"Selanjutnya, laki-laki itu pergi saat seorang polisi tiba, dan truknya tidak ditemukan dalam pencarian di daerah itu," papar Judd.
Sembilan jam kemudian, seorang letnan sheriff yang menanggapi panggilan terdekat mendengar suara dua tembakan otomatis.
Dalam hitungan detik, kantor sheriff mulai menerima panggilan yang melaporkan adanya penembak aktif.
"Polisi pun tiba untuk melihat sebuah truk yang terbakar dan seorang laki-laki yang mengenakan pelindung tubuh, meskipun mereka tidak melihat ia memegang senjata. Ia (Riley) berlari kembali ke dalam rumah, dan para polisi pun mendengar suara tembakan diikuti oleh jeritan seorang perempuan dan tangisan bayi," tegas sheriff.
Judd menjelaskan bahwa aksi baku tembak akhirnya terjadi, dan meskipun ada ratusan tembakan dilepaskan antara polisi dan tersangka, tidak ada petugas penegak hukum yang terluka.
Ia pun merasa kesal melihat Riley keluar dari rumah itu dengan tangan terangkat dan tanpa senjata.
"Akan menyenangkan jika ia keluar dengan membawa pistol, sehingga kami bisa menembaknya. Namun saat seseorang memilih untuk menyerah, kami hanya bisa menahan mereka dengan damai," kata Judd.
Judd kembali melontarkan kalimat-kalimat kekesalannya terhadap Riley yang dianggap pengecut.
"Jika ia memberi kami kesempatan, kami akan terus menembaknya, namun ia tidak melakukannya karena ia pengecut. Anda tahu, mudah untuk menembak anak-anak, bayi, dan orang-orang yang tidak bersalah di tengah malam, saat anda punya pistol dan mereka tidak, Riley ini jelas bukan laki-laki yang baik," tegas Judd.
Setelah Riley menyerahkan diri, para polisi ini kemudian menemukan seorang anak perempuan yang terluka dan tiga korban lainnya yang meninggal, yakni Hakim Gleason, seorang perempuan berusia 33 tahun dan putranya yang berusia 3 bulan, semuanya ada di dalam rumah.
Polisi lalu menemukan korban lainnya, yakni seorang perempuan berusia 62 tahun yang berada di rumah lain di properti itu.
Gerakan pendukung pengendalian senjata pun secara cepat menggunakan aksi pembantaian itu sebagai contoh lain terkait perlunya Undang-undang (UU) senjata api yang lebih ketat.
Sementara yang lain menyarankan agar pelaku tidak dihukum mati oleh penegak hukum karena ia merupakan ras 'kulit putih'.
Namun Judd memiliki pendapat lain setelah melihat kasus ini.
"Tingkat kejahatan kami di daerah ini berada pada level terendah selama 49 tahun terakhir, tetapi saat anda mendapatkan pekerjaan gila seperti ini, data statistik tidak ada bedanya. Maksud saya, semua tidak ada artinya saat muncul orang yang menggunakan obat bius, sabu, dan ia datang ke sini hanya untuk bermain tembak menembak," pungkas Judd.