Dulu Taliban Haramkan Internet, Kini Manfaatkan Media Sosial untuk Sebar Propaganda
Satu jaringan akun di media sosial ini menyoroti kegagalan rezim di Kabul sekaligus memuji pencapaian Taliban.
Editor: Hasanudin Aco
Facebook mengatakan akan terus melarang konten Taliban di platformnya.
Kepada BBC, Khosty mengaku bahwa Taliban sulit untuk menyebarkan publikasi mereka di Facebook, sehingga terfokus ke Twitter.
Sebenarnya Departemen Luar Negeri AS sudah memasukkan Jaringan Haqqani sebagai kelompok teroris internasional. Namun pemimpin mereka, Anas Haqqani, dan banyak anggotanya punya akun di Twitter dan masing-masing punya ribuan pengikut.
Tanpa bersedia diungkap identitasnya, seorang anggota tim medsos Taliban kepada BBC mengungkapkan bahwa mereka memutuskan untuk menggunakan Twitter dalam menyebarkan suatu artikel opini dari harian The New York Times yang ditulis oleh Sirajuddin Haqqani, wakil pemimpin Taliban, pada Februari 2020.
Terkait artikel itu dibuatlah sejumlah akun aktif di Twitter.
"Sebagian besar warga Afghanistan tidak mengerti bahasa Inggris, namun pimpinan rezim Kabul secara aktif berkomunikasi dalam bahasa Inggris di Twitter - karena audiens mereka bukan warga Afghanistan melainkan masyarakat internasional," ujarnya.
"Taliban ingin melawan propaganda mereka dan itulah sebabnya kami juga memfokuskan diri pada Twitter."
Pimpinan Taliban dipromosikan di medos
Khosty juga mengungkapkan akun beberapa anggotanya sudah punya puluhan ribu pengikut.
Semua anggota diinstruksikan "jangan mengomentari isu-isu kebijakan luar negeri negara-negara tetangga yang bisa mengganggu hubungan kita dengan mereka."
Di masa lampau, Taliban dikenal bersikap sangat tertutup mengenai identitas pimpinan dan para pejuang mereka.
Tidak heran bila foto pendiri Taliban, Mullah Omar, sangat langka.
Kini, dalam upaya mendapat legitimasi internasional, pimpinan mereka tidak hanya tampil di depan media massa namun mereka juga dipromosikan di medsos.