PROFIL 4 Kandidat Perdana Menteri Jepang yang akan Gantikan Posisi Yoshihide Suga
4 politisi veteran Jepang bersaing untuk menjadi pemimpin partai yang berkuasa LDP, yang nantinya akan menjadi perdana menteri selanjutnya
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Arif Fajar Nasucha
Noda mengatakan dia mencalonkan diri demi mereka yang lemah dan "untuk mencapai keragaman", tujuan yang tidak disorot oleh kandidat lain.
4. SANAE TAKAICHI (60)
Seorang mantan menteri dalam negeri yang ultra-konservatif, Takaichi, memiliki pandangan revisionis yang sama dengan Abe tentang kekejaman masa perang Jepang dan sikap hawkish terhadap keamanan.
Dia secara teratur mengunjungi Kuil Yasukuni, yang mengabadikan penjahat perang di antara korban perang dan dipandang oleh China dan Korea sebagai bukti kurangnya penyesalan Jepang.
Kebijakan keamanannya yaitu mengembangkan kemampuan serangan pendahuluan untuk melawan ancaman dari China dan Korea Utara.
Takaichi memperkenalkan kebijakan "Sanaenomics" tentang pengeluaran pemerintah yang besar, serupa dengan kebijakan ekonomi khas Abe.
Sebagai seorang drummer di band heavy-metal dan pengendara sepeda motor saat mahasiswa, ia menyukai peran gender tradisional dan sistem keluarga yang paternalistik.
Ia juga kukuh mendukung suksesi hanya laki-laki di keluarga kekaisaran.
Pentingnya Pemilihan Ini bagi Masyarakat Jepang
Pengunduran diri Suga yang mendadak, memungkinkan berakhirnya era dengan stabilitas politik yang tidak biasa bahkan di tengah skandal korupsi dan hubungan yang tegang dengan China dan Korea.
Suga telah menjadi kepala sekretaris kabinet untuk Abe selama hampir delapan tahun sebelum naik menjadi perdana menteri tahun lalu.
Pemilihan mendatang akan menentukan apakah partai yang memerintah Jepang dapat keluar dari bayang-bayang Abe, kata Masato Kamikubo, profesor ilmu kebijakan di Universitas Ritsumeikan.
Namun, sedikit perubahan yang diharapkan dalam kebijakan diplomatik dan keamanan Jepang, siapa pun yang menjadi perdana menteri, katanya.
Peringkat dukungan untuk Suga dan pemerintahannya menurun karena penanganannya terhadap virus dan desakan untuk menjadi tuan rumah Olimpiade selama pandemi.