Aturan untuk Pria Afghanistan, Taliban: Dilarang Cukur Jenggot, Tak Sesuai Hukum Syariah
Taliban melarang para pria Afghanistan untuk mencukur jenggot mereka. Menurut kelompok itu, mencukur jenggot tidak sesuai hukum syariah.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Pejabat lokal Taliban telah mengeluarkan larangan mencukur jenggot di Provinsi Helmand, Afghanistan selatan, media setempat melaporkan.
Direktur Informasi dan Budaya Taliban, Hafiz Rashed Helmand, mengatakan pada surat kabar harian lokal Etilaatroz, keputusan itu dibuat oleh polisi agama dalam pertemuan dengan pemilik tempat cukur di Helmand.
Sebuah surat resmi yang dikeluarkan oleh otoritas Taliban telah beredar di media sosial.
Surat tersebut berisi peringatan bagi tukung pangkas rambut di Helmand, tentang konsekuensi yang akan dihadapi jika terbukti mencukur jenggot seseorang.
Dikutip dari ABC News, sejak Taliban berkuasa pada Agustus, warga Afghanistan hanya punya sedikit uang untuk bercukur.
Baca juga: Italia: Tidak Mungkin Mengakui Pemerintah Taliban, tetapi Warga Afghanistan Harus Dibantu
Baca juga: Taliban Gantung Mayat Para Terduga Pelaku Penculikan
Tak hanya itu, mereka juga takut dihukum jika mencukur pendek rambut mereka, atau mengubahnya menjadi lebih modis.
Padahal, sebelumnya gaya rambut mohawk dan quiff menjadi tren di Afghanistan.
"Sebelumnya, orang-orang datang dan meminta gaya rambut berbeda, tapi sekarang tidak seperti itu lagi," ujar Nader Shah, tukang cukur di Kota Herat yang terbiasa menata rambut untuk pria muda.
Selama masa kekuasaan pertamanya pada 1996-2001, Taliban telah melarang gaya rambut flamboyan dan memaksa para pria menumbuhkan jenggot.
Tetapi, setelah Taliban digulingkan, bercukur bersih sering dianggap sebagai modernitas.
Saat ini, gaya rambut sederhana menjadi pilihan utama setelah Taliban kembali berkuasa.
"Sekarang orang datang ke sini dan mereka hanya meminta potongan sederhana," kata Shah.
"Mereka juga tidak mencukur jenggot mereka," imbuhnya.
Berpenampilan seperti Taliban