Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Aturan untuk Pria Afghanistan, Taliban: Dilarang Cukur Jenggot, Tak Sesuai Hukum Syariah

Taliban melarang para pria Afghanistan untuk mencukur jenggot mereka. Menurut kelompok itu, mencukur jenggot tidak sesuai hukum syariah.

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
zoom-in Aturan untuk Pria Afghanistan, Taliban: Dilarang Cukur Jenggot, Tak Sesuai Hukum Syariah
AP News
Warga memandangi mayat yang digantung oleh Taliban dari derek di alun-alun utama kota Herat di Afghanistan barat, Sabtu (2/9/2021). 

TRIBUNNEWS.COM - Pejabat lokal Taliban telah mengeluarkan larangan mencukur jenggot di Provinsi Helmand, Afghanistan selatan, media setempat melaporkan.

Direktur Informasi dan Budaya Taliban, Hafiz Rashed Helmand, mengatakan pada surat kabar harian lokal Etilaatroz, keputusan itu dibuat oleh polisi agama dalam pertemuan dengan pemilik tempat cukur di Helmand.

Sebuah surat resmi yang dikeluarkan oleh otoritas Taliban telah beredar di media sosial.

Surat tersebut berisi peringatan bagi tukung pangkas rambut di Helmand, tentang konsekuensi yang akan dihadapi jika terbukti mencukur jenggot seseorang.

Dikutip dari ABC News, sejak Taliban berkuasa pada Agustus, warga Afghanistan hanya punya sedikit uang untuk bercukur.

Anggota Taliban berkendara di penjara Pul-e-Charkhi di Kabul pada 16 September 2021. AFP/BULENT KILIC
Anggota Taliban berkendara di penjara Pul-e-Charkhi di Kabul pada 16 September 2021. AFP/BULENT KILIC (AFP/BULENT KILIC)

Baca juga: Italia: Tidak Mungkin Mengakui Pemerintah Taliban, tetapi Warga Afghanistan Harus Dibantu

Baca juga: Taliban Gantung Mayat Para Terduga Pelaku Penculikan

Tak hanya itu, mereka juga takut dihukum jika mencukur pendek rambut mereka, atau mengubahnya menjadi lebih modis.

Padahal, sebelumnya gaya rambut mohawk dan quiff menjadi tren di Afghanistan.

Berita Rekomendasi

"Sebelumnya, orang-orang datang dan meminta gaya rambut berbeda, tapi sekarang tidak seperti itu lagi," ujar Nader Shah, tukang cukur di Kota Herat yang terbiasa menata rambut untuk pria muda.

Selama masa kekuasaan pertamanya pada 1996-2001, Taliban telah melarang gaya rambut flamboyan dan memaksa para pria menumbuhkan jenggot.

Tetapi, setelah Taliban digulingkan, bercukur bersih sering dianggap sebagai modernitas.

Saat ini, gaya rambut sederhana menjadi pilihan utama setelah Taliban kembali berkuasa.

"Sekarang orang datang ke sini dan mereka hanya meminta potongan sederhana," kata Shah.

"Mereka juga tidak mencukur jenggot mereka," imbuhnya.

Berpenampilan seperti Taliban

Unit pasukan khusus pejuang Taliban Fateh (kiri), berjaga bersama dengan pejuang lainnya di sebuah jalan di Kabul pada 29 Agustus 2021, saat ancaman bom bunuh diri menggantung di fase terakhir operasi pengangkutan udara militer AS dari Kabul, dengan Presiden Joe Biden memperingatkan serangan lain sangat mungkin terjadi sebelum evakuasi berakhir. AFP/Aamir QURESHI
Unit pasukan khusus pejuang Taliban Fateh (kiri), berjaga bersama dengan pejuang lainnya di sebuah jalan di Kabul pada 29 Agustus 2021, saat ancaman bom bunuh diri menggantung di fase terakhir operasi pengangkutan udara militer AS dari Kabul, dengan Presiden Joe Biden memperingatkan serangan lain sangat mungkin terjadi sebelum evakuasi berakhir. AFP/Aamir QURESHI (AFP/AAMIR QURESHI)

Masih mengutip ABC News, Shah yang telah berkecimpung dalam bisnis pangkas rambut di Herat selama 15 tahun, mengatakan penurunan ekonomi telah menyebabkan pendapatan hariannya dari $15 menjadi antara $5 hingga $7.

Di daerah lain, Mohammad Yousefi, mengaku harus menurunkan harga secara drastis - dari diskon $6 menjadi $1 - agar tokonya tetap berjalan.

Baca juga: Taliban Gantung Mayat di Alun-alun Kota Afghanistan, Ini Penyebabnya

Baca juga: Amerika Serikat Kutuk Rencana Taliban untuk Lanjutkan Hukuman Amputasi dan Eksekusi di Afghanistan

"Karena situasi sekarang ini, pelanggan memiliki pendapatan sedikit dan mereka membayar kami lebih sedikit," ujarnya.

Yousefi menambahkan, sejak kelompok garis keras itu menguasai Afghanistan, "tiba-tiba orang ingin berpenampilan seperti Taliban."

"Bukan berarti Taliban sangat modis, tapi orang-orang tidak mencukur jenggot karena Taliban akan berhenti dan bertanya pada mereka," terangnya.

"Mereka berkata itu (mencukur jenggot) tidak sesuai hukum syariah dan pria seharusnya berjenggot dan berambut panjang."

Aturan bagi Pelajar Wanita Afghanistan

Siswa menghadiri kelas yang dipisahkan oleh tirai yang memisahkan pria dan wanita di sebuah universitas swasta di Kabul pada 7 September 2021, untuk mengikuti keputusan Taliban.
Siswa menghadiri kelas yang dipisahkan oleh tirai yang memisahkan pria dan wanita di sebuah universitas swasta di Kabul pada 7 September 2021, untuk mengikuti keputusan Taliban. (Aamir QURESHI / AFP)

Pada Minggu (12/9/2021), Menteri Pendidikan Tinggi, Abdul Baqi Haqqani, mengumumkan aturan bagi pelajar wanita Afghanistan.

Ia mengatakan wanita di Afghanistan bisa melanjutkan studi ke universitas, termasuk tingkat pascasarjana.

Namun, ruang kelas akan dipisahkan berdasarkan gender dan pakaian Islami.

Aturan ini, kata Haqqani, diwajibkan.

"Kami tidak akan mengizinkan anak laki-laki dan perempuan belajar bersama," tegasnya, dikutip dari AP News.

Baca juga: Demi Keamanan, Taliban akan Berlakukan Lagi Hukuman Potong Tangan: Tidak Ada yang Berani Melanggar

Baca juga: Senior Taliban Sebut Hukuman Potong Tangan bagi Pencuri akan Diberlakukan Kembali

"Kami tidak akan mengizinkan kelas bersama," imbuhnya.

Dunia saat ini tengah mengamati secara cermat untuk melihat sejauh mana perubahan Taliban sejak pertama kali mereka berkuasa pada akhir 1990-an.

Di bawah pemerintahan Taliban kala itu, para wanita dilarang bersekolah dan menempuh pendidikan tinggi.

Taliban sendiri sudah berjanji akan mengubah sikap mereka terhadap wanita, sesaat setelah mereka mengambil alih kekuasaan ibu kota Kabul pada Minggu (15/8/2021).

Kendati demikian, wanita dilarang berolahraga dan kelompok ini telah menggunakan kekerasan dalam beberapa hari terakhir pada pengunjuk rasa wanita yang menuntut persamaan hak.

Disisi lain, Haqqani mengatakan Taliban tidak ingin memutar waktu kembali ke 20 tahun lalu.

"Kami akan mulai membangun apa yang ada hari ini," ujarnya.

Namun, mahasiswi akan mengahaapi batasan, termasuk aturan berpakaian wajib.

Haqqani mengungkapkan mahasiswa akan diwajibkan mengenakan jilbab, tapi tidak menjelaskan secara detail apakah itu termasuk burqa atau penutup wajah.

Terkait aturan baru yang diumumkannya, Haqqani tidak menyesal dengan perubahan tersebut.

Baca juga: Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB Akan Desak Pemerintahan Taliban Lebih Inklusif

Baca juga: 1 Bulan Taliban Berkuasa, Tak Terdengar Lagi Suara Musik di Afghanistan

"Kami tidak memiliki masalah dalam mengakhiri sistem pendidikan campuran."

"Orang-orang (masyarakat) adalah Muslim dan mereka akan menerimanya," katanya.

Mengutip BBC, beberapa pihak menilai aturan baru akan mengecualikan wanita dari pendidikan.

Pasalnya, menurut mereka, universitas tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk menyediakan kelas terpisah.

Meski demikian, Haqqani bersikeras ada cukup banyak guru wanita dan jika tidak, alternatif akan ditemukan.

"Semua tergantung kapasitas universitas," ujarnya.

"Kita juga bisa menggunakan guru laki-laki untuk mengajar di balik tirai atau menggunakan teknologi," tambahnya.

Tak hanya memisahkan antara wanita dan pria, mata pelajaran yang akan diajarkan di universitas akan ditinjau.

Haqqani berujar pada wartawan, Taliban ingin "menciptakan kurikulum yang masuk akal dan Islami yang sejalan dengan nilai-nilai Islam, nasional, dan sejarah kita."

"Di sisi lain, mampu bersaing dengan negara lain."

Sejak Taliban digulingkan pada 2001, kemajuan besar telah dibuat dalam meningkatkan pendaftaran pendidikan dan tingkat melek huruf di Afghanistan, terutama pada anak perempuan dan wanita.

Sebuah laporan dari UNESCO mengatakan jumlah anak perempuan di sekolah dasar telah meningkat dari hampir nol menjadi 2,5 juta dalam 17 tahun setelah rezim Taliban runtuh.

Laporan itu juga mengatakan tingkat melek huruf wanita hampir dua kali lipat dalam satu dekade menjadi 30 persen.

Berita lainnya seputar Konflik di Afghanistan

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas