2 Pria 29 Hari Tersesat di Laut, Bertahan dengan Jeruk dan Air Hujan hingga Ditemukan di Negara Lain
Dua pria dari Kepulauan Solomon menceritakan pengalamannya selama 29 hari hilang di tengah lautan.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Dua pria dari Kepulauan Solomon menceritakan pengalamannya selama 29 hari hilang di tengah lautan.
Dilansir The Guardian, keduanya ditemukan di lepas pantai Papua Nugini, 400 km dari titik perjalanan awal mereka.
Livae Nanjikan dan Junior Qoloni berangkat dari Pulau Mono, Kepulauan Solomon pada 3 September 2021 menggunakan perahu motor kecil.
Keduanya berencana melakukan perjalanan sejauh 200 km ke selatan menuju Kota Noro di Pulau New Georgia.
Mereka menggunakan pantai barat Pulau Vella Lavella dan Pulau Gizo di sebelah kiri mereka sebagai panduan.
Baca juga: Nelayan Terombang-ambing Semalaman di Tengah Laut, Sempat Hubungi Keluarga, Ditemukan Selamat
Baca juga: Nelayan Karimun Semalaman Terombang-Ambing di Tengah Laut, Ditemukan di Perairan Batam
"Kami telah melakukan perjalanan sebelumnya dan seharusnya baik-baik saja," kata Nanjikan.
Sayangnya kondisi di Laut Solomon, yang memisahkan Kepulauan Solomon dan Papua Nugini ini terkenal susah diprediksi.
Setelah beberapa jam perjalanan, terjadi hujan lebat dan angin kencang.
Ini membuat Nanjikan dan Qoloni kesulitan melihat garis pantai yang menjadi panduan keduanya melaut.
"Ketika cuaca buruk datang, itu buruk, tetapi lebih buruk dan menjadi menakutkan ketika GPS mati," katanya.
"Kami tidak bisa melihat ke mana kami pergi, jadi kami memutuskan untuk menghentikan mesin dan menunggu, untuk menghemat bahan bakar," tambahnya.
Dua pria ini bertahan hidup dengan bekal jeruk, kelapa yang diambil dari laut, dan air hujan yang mereka tampung menggunakan selembar kanvas.
Mereka terombang-ambing di lautan selama 29 hari.
Hingga akhirnya melihat seorang nelayan di lepas pantai New Britain, Papua Nugini.
"Kami tidak tahu di mana kami berada tetapi tidak menyangka berada di negara lain," kata Nanjikan.
Dua pria ini dalam kondisi lemah saat ditemukan.
Sehingga setelah tiba di Kota Pomio pada 2 Oktober, mereka harus dibawa turun dari perahu dan ke rumah terdekat.
Sejak saat itu mereka diperiksa di klinik kesehatan setempat dan sekarang tinggal bersama penduduk setempat di Pomio, Joe Kolealo.
"Sekarang mereka hidup bahagia bersama kami," ujar Kolealo kepada media lokal.
Nanjikana mengaku mendapat beberapa hal positif dari pengalamannya, seperti istirahat paksa dari kekacauan pandemi global.
"Saya tidak tahu apa yang terjadi saat saya berada di luar sana. Saya tidak mendengar tentang Covid atau apa pun," katanya.
"Saya berharap untuk kembali ke rumah, tetapi saya kira itu adalah istirahat yang bagus dari segalanya."
Tepat di utara Pulau Mono, tempat kedua pria itu berangkat, adalah Pulau Bougainville di Papua Nugini.
Pada Juli, sebuah kapal yang membawa Menteri Kesehatan Bougainville Charry Napto, istrinya, putra mereka, dan empat orang lainnya menghilang di lautan yang ganas.
Baca juga: CAAIP Gelar Webinar, Ungkap Kondisi dan Tantangan Dunia Kepelautan Indonesia Saat Ini
Baca juga: Penyu Raksasa Sepanjang 1,2 Meter yang Tersangkut di Tali Jaring Keramba Dilepaskan ke Laut
Hanya satu orang guru lokal yang ditemukan.
Hanya beberapa minggu sebelumnya, kapal lain menghilang di lepas pantai Bougainville dengan 13 penumpang di dalamnya, ditemukan 50 km di utara tujuannya 36 jam kemudian.
Kepala polisi Bougainville, Francis Tokua sejak itu mengatakan pemerintah sedang mempertimbangkan untuk membatasi perjalanan perahu selama cuaca buruk.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)