Ini Sosok Nic Challian, Eks Pakar Pentagon yang Ungkap Cina Menangkan Perang Teknologi AI
Di usia `12 tahun, Nic Challian yang berasal dari Paris, Prancis, menciptakan program permainan (gaming).
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Nicolas Challian, mantan Kepala Divisi Perangkat Lunak Pentagon mengungkapkan, Cina telah memenangkan peperangan pengembangan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence).
Negara Tirai Bambu itu saat ini memimpin pengembangan teknologi itu, jauh di depan AS sebagai kekuatan super power dunia.
Siapakah Nic Challian? Dikutip dari technologimagazine.com, Selasa (12/10/2021), sosok ini ternyata cerdas sejak belia. Ia benar-benar jago di teknologi informatika.
Di usia `12 tahun, Nic Challian yang berasal dari Paris, Prancis, menciptakan program permainan (gaming).
Empat tahun kemudian pada usia 16 tahun, ia sudah memiliki perusahaan pertamanya di bidang pengembangan perangkat lunak komputer.
Baca juga: Pengakuan Eks Ahli Pentagon, Cina Sudah Ungguli AS di Perang Artificial Intelligence
Sejak itu ia membangun 16 perusahaan sejenis, menciptakan tak kurang 185 produk Internet Protocol (IP) yang membawanya ke daftar Fortune 500.
Keahliannya di bidang pengembangan perangkat lunak dan start-up itu membawanya ke Pentagon.
Dorongan semakin menguat yang membuatnya terjun ke dunia teknologi militer setelah aksi terorisme ikut menghancurkan negara asalnya, Prancis.
“Saya ingin membuat perbedaan,” kata Chaillan katanya sebelum bergabung ke Departemen Dalam Negeri AS pada 2016.
Ia jadi Kepala Arsitek Pengembangan Teknologi Komputer, langkah yang membawanya semakin jauih dan masuk jajaran penting di Departemen Pertahanan AS.
Posisi terakhirnya adalah Chief Software Officer di Angkatan Udara AS. Kepergian Nic Challian meninggalkan luka menganga di tubuh Pentagon.
Dalam pesan perpisahannya yang diunggah di akun Linkedin, Nic Chaillan tidak bisa menahan rasa frustrasi atas lambannya kemajuan selama bekerja untuk Pentagon.
Chaillan mengungkapkan kekecewaannya atas terlalu banyaknya diskusi dan lambannya eksekusi.
Pendanaan juga seret, serta problem penempatan staf dan rendahnya prioritas masalah TI dasar di seluruh Departemen Pertahanan.