Panglima Militer Sudan: Pemerintah Digulingkan untuk Cegah Perang Saudara
Panglima militer Sudan, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, mengatakan militer merebut kekuasaan untuk mencegah perang saudara.
Penulis: Yurika Nendri Novianingsih
Editor: Pravitri Retno W
Duta besar Sudan untuk 12 negara, termasuk Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, China, dan Prancis, telah menolak pengambilalihan militer tersebut, kata sumber diplomatik.
Duta besar untuk Belgia dan Uni Eropa, Jenewa dan badan-badan PBB, China, Afrika Selatan, Qatar, Kuwait, Turki, Swedia, serta Kanada juga menandatangani pernyataan tersebut, yang mengatakan para utusan mendukung perlawanan rakyat terhadap kudeta.
Negara-negara Barat mengecam kudeta itu, menyerukan agar menteri-menteri Kabinet yang ditahan dibebaskan.
Mereka juga mengatakan akan menghentikan bantuan jika militer tidak memulihkan pembagian kekuasaan dengan warga sipil.
Aksi Unjuk Rasa
Ribuan orang turun ke jalan setelah militer Sudan merebut kekuasaan.
Sedikitnya tujuh orang tewas dan 140 lainnya terluka saat aksi unjuk rasa sebagai protes atas militer Sudan yang merebut kekuasaan dari pemerintah transisi.
Aksi unjuk rasa juga dipicu penangkapan Perdana Menteri sementara, Abdalla Hamdok, dan pejabat senior lainnya pada Senin (25/10/2021) pagi.
Masih mengutip Al Jazeera, ribuan orang bergabung di jalan-jalan di Khartoum dan Omdurman, dalam unjuk rasa menentang pengambilalihan militer.
Seorang pejabat kesehatan mengatakan sedikitnya tujuh orang tewas akibat tembakan.
Hamdok, seorang ekonom dan mantan pejabat senior PBB yang diangkat sebagai perdana menteri teknokratis pada 2019, dipindahkan ke lokasi yang dirahasiakan setelah ia menolak mengeluarkan pernyataan untuk mendukung kudeta.
Ribuan orang Sudan yang menentang pengambilalihan itu turun ke jalan dan dihujani tembakan di dekat markas militer di Khartoum.
Baca juga: Militer Sudan Kudeta Pemerintahan Transisi
Baca juga: Ancaman Kudeta Militer di Sudan, Perdana Menteri dan Pejabat Ditahan hingga Koneksi Telepon Mati
Di Omdurman, pengunjuk rasa membarikade jalan-jalan dan meneriakkan dukungan untuk pemerintahan sipil.
Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, kepala dewan pemerintahan pembagian kekuasaan, menyatakan keadaan darurat di seluruh negeri dan mengatakan diperlukan angkatan bersenjata untuk menjamin keamanan.