Panglima Militer Sudan: Pemerintah Digulingkan untuk Cegah Perang Saudara
Panglima militer Sudan, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, mengatakan militer merebut kekuasaan untuk mencegah perang saudara.
Penulis: Yurika Nendri Novianingsih
Editor: Pravitri Retno W
Dia berjanji untuk mengadakan pemilihan pada Juli 2023 dan menyerahkannya kepada pemerintah sipil terpilih saat itu.
“Apa yang dialami negara saat ini merupakan ancaman dan bahaya nyata bagi impian para pemuda dan harapan bangsa,” kata Al-Burhan.
Pemerintah Amerika Serikat, Inggris, dan Norwegia pada Senin malam mengeluarkan pernyataan yang mengungkapkan keprihatinan mendalam tentang situasi tersebut.
Mereka mengecam penangguhan lembaga-lembaga demokrasi dan menyerukan pembebasan mereka yang ditangkap.
"Tindakan militer merupakan pengkhianatan terhadap revolusi, transisi, dan permintaan sah rakyat Sudan untuk perdamaian, keadilan, dan pembangunan ekonomi," kata negara-negara yang disebut Troika.
Pasukan Kebebasan dan Perubahan, koalisi oposisi utama Sudan, menyerukan pembangkangan sipil dan protes di seluruh negeri.
Mereka menuntut agar dewan militer transisi mengembalikan kekuasaan ke pemerintah sipil.
Hala al-Karib, seorang aktivis Sudan untuk hak-hak perempuan di Tanduk Afrika, mengatakan Sudan sedang melalui saat-saat yang sangat suram dalam sejarahnya karena berdiri di "persimpangan jalan".
Dia meminta masyarakat internasional untuk menekan militer agar menghormati Konstitusi dan kesepakatan dengan dewan sipil.
“Militer telah mencemarkan kesepakatannya dengan pemerintah sipil dengan menahan perdana menteri dan beberapa menteri kabinet,” kata al-Karib.
“Orang-orang Sudan tidak tahu apakah mereka aman atau tidak," imbuhnya.
(Tribunnews.com/Yurika)