Buntut Kudeta, Uni Afrika Tangguhkan Keanggotaan Sudan
Uni Afrika menangguhkan Sudan dari semua kegiatannya. Penangguhan diberlakukan sampai pemerintah transisi yang dipimpin sipil dipulihkan.
Penulis: Yurika Nendri Novianingsih
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
Sementara itu, Perdana Menteri Abdalla Hamdok, yang ditahan pada hari Senin bersama dengan anggota kabinetnya yang lain, tidak dilukai dan dibawa ke kediaman al-Burhan sendiri.
“Perdana menteri ada di rumahnya. Namun, kami takut dia dalam bahaya sehingga dia ditempatkan bersama saya di rumah saya.”
Sumber militer pada Selasa mengatakan Hamdok dan istrinya telah diizinkan kembali ke rumah mereka di Khartoum.
“Tidak jelas berapa banyak kebebasan yang dia miliki dan apakah dia akan diizinkan untuk berbicara kepada media atau melakukan kontak dengan siapa pun dalam beberapa hari mendatang,” kata Hiba Morgan dari Al Jazeera, melaporkan dari Khartoum.
Al-Burhan telah muncul di TV pada hari Senin untuk mengumumkan pembubaran Dewan Berdaulat, sebuah badan yang dibentuk setelah penggulingan al-Bashir untuk berbagi kekuasaan antara militer dan warga sipil dan memimpin Sudan menuju pemilihan umum yang bebas.
Akun Facebook kantor perdana menteri, tampaknya masih di bawah kendali loyalis Hamdok, menyerukan pembebasannya dan para pemimpin sipil lainnya.
Hamdok tetap menjadi otoritas eksekutif yang diakui oleh rakyat Sudan dan dunia.
Dikatakan tidak ada alternatif selain protes, pemogokan, dan pembangkangan sipil.
Baca juga: Aksi Protes Guncang Sudan Setelah Militer Rebut Kendali Lewat Kudeta
Baca juga: Militer Sudan Kudeta Pemerintahan Transisi
Duta besar Sudan untuk 12 negara, termasuk Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, China, dan Prancis, telah menolak pengambilalihan militer tersebut, kata sumber diplomatik.
Duta besar untuk Belgia dan Uni Eropa, Jenewa dan badan-badan PBB, China, Afrika Selatan, Qatar, Kuwait, Turki, Swedia, serta Kanada juga menandatangani pernyataan tersebut, yang mengatakan para utusan mendukung perlawanan rakyat terhadap kudeta.
Negara-negara Barat mengecam kudeta itu, menyerukan agar menteri-menteri Kabinet yang ditahan dibebaskan.
Mereka juga mengatakan akan menghentikan bantuan jika militer tidak memulihkan pembagian kekuasaan dengan warga sipil.
(Tribunnews.com/Yurika)