Utusan Singapura untuk PBB Sebut Nagaenthran K Dharmalingam Tidak Mengalami Disabilitas Intelektual
Utusan Singapura untuk PBB menyebut Pengadilan Tinggi telah menyimpulkan bahwa Nagaenthran K Dharmalingam tidak menderita cacat intelektual.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Arif Fajar Nasucha
Bhatia mengatakan persyaratan itu adalah bagian dari protokol Covid-19 yang berlaku di Singapura yang berlaku untuk semua wisatawan dari Malaysia.
Ia menambahkan bahwa pihak berwenang Singapura juga telah menghubungi anggota keluarga Nagaenthran untuk memfasilitasi mereka masuk dan tinggal di Singapura.
Data Statistik Hukuman Mati di Singapura
Di sisi lain, pakar PBB telah meminta Singapura untuk menghormati komitmennya untuk merilis data tentang hukuman mati.
Bhatia mengatakan Singapura menerbitkan jumlah eksekusi yudisial yang dilakukan setiap tahun dalam rilis statistik tahunan Layanan Penjara Singapura (SPS).
Statistik terbaru untuk tahun 2020 dapat ditemukan di situs web SPS.
Dalam statistik, tertulis ada 13 eksekusi yang dilakukan pada 2018, empat pada 2019 dan nol pada 2020.
Kasus Nagaenthran
Nagaenthran berusia 21 tahun ketika dia ditangkap pada tahun 2009 karena menyelundupkan narkoba di pos pemeriksaan Woodlands di jalan lintas antara Singapura dan Semenanjung Malaysia.
Seikat narkoba ditemukan terikat di pahanya.
Ia divonis dan dijatuhi hukuman mati pada November 2010 karena mengimpor 42,72 gram heroin pada 2009.
Undang-Undang Penyalahgunaan Narkoba Singapura mengatur hukuman mati di mana jumlah heroin yang diimpor lebih dari 15 gram.
Kasus ini menjadi sorotan akhir bulan lalu ketika Layanan Penjara Singapura menulis surat kepada ibu Nagaenthran.
Layanan Penjara Singapura memberi tahunya bahwa hukuman mati pada putranya akan dilakukan pada 10 November.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)