Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kasus Terpidana Mati Nagaenthran Jadi Perdebatan Terkait Hukuman Mati di Singapura

Kisah Nagaenthran telah menyebabkan riak di Singapura dan mengintensifkan perdebatan seputar hukuman mati di negara tersebut.

Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Garudea Prabawati
zoom-in Kasus Terpidana Mati Nagaenthran Jadi Perdebatan Terkait Hukuman Mati di Singapura
Mohd RASFAN / AFP
Seorang aktivis yang memegang poster dan lilin, menolak eksekusi Nagaenthran K. Dharmalingam, yang dijatuhi hukuman mati karena menyelundupkan heroin ke Singapura, di luar kedutaan Singapura di Kuala Lumpur pada 8 November 2021. 

Jika Nagaenthran digantung, dia akan menjadi orang pertama yang dieksekusi di Singapura sejak 2019.

Singapura berpendapat bahwa sistem peradilannya yang keras menjadikannya salah satu tempat teraman di dunia.

Pihak berwenang mengatakan bahwa pengedar narkoba sadar akan aturan dan mengingat risiko yang dihadapi.

Nagaenthran (kedua dari kiri) berfoto di sini bersama anggota keluarganya
Nagaenthran (kedua dari kiri) berfoto bersama anggota keluarganya (via BBC.com)

Bagaimana kasus Nagaenthran K. Dharmalingam?

Mengutip Indian Express, pada 22 November 2010, Dharmalingam dijatuhi hukuman mati karena mencoba menyelundupkan 42,72 gram heroin ke Singapura.

Dia ditangkap pada April 2009 ketika mencoba menyelundupkan heroin di Woodlands Checkpoint saat memasuki Singapura dari Malaysia.

Heroin itu diikatkan ke pahanya saat itu.

Baca juga: Penyebab Kekacauan Konser Travis Scott yang Tewaskan 8 Orang, Diduga Ada yang Sengaja Suntik Narkoba

Baca juga: Peredaran Narkoba 5 Kg Berbungkus Teh Tiongkok Digagalkan Polda Jabar dan Polres Bogor

Berita Rekomendasi

Dharmalingam mengajukan banding di pengadilan banding Singapura pada Juli 2011, namun ditolak.

Pada Februari 2015, Dharmalingam mengajukan permohonan untuk diberikan hukuman penjara seumur hidup, bukan hukuman mati.

Pada titik ini, salah satu masalah yang dipertimbangkan selama hukuman ulangnya adalah bahwa tanggung jawab mental terdakwa atas tindakannya "dirusak secara substansial" pada saat ia melakukan pelanggaran.

Pengadilan Tinggi menyatakan terdakwa tahu apa yang dia lakukan.

Sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri Singapura mengatakan pada saat itu seorang psikiater yang dipanggil atas namanya setuju Nagaenthran tidak cacat intelektual.

Pernyataan tersebut mencatat bahwa pada 2015, pengadilan menemukan terdakwa "mampu merencanakan dan mengatur dengan cara yang lebih sederhana" dan "relatif mahir hidup mandiri".

Baca juga: Pasien Covid-19 di Singapura yang Tolak Vaksinasi Wajib Bayar Tagihan RS Secara Mandiri

Baca juga: Singapura Ancam Sanksi Cuti Tanpa Dibayar ke PNS yang Menolak Divaksin COVID-19

Selain itu, pengadilan mencatat tindakannya "mengungkapkan bahwa dia mampu manipulasi dan menghindar”.

Misalnya, ketika ia berhenti di pos pemeriksaan, berusaha untuk mencegah penggeledahan dengan memberi tahu petugas Biro Narkotika Pusat bahwa dia “bekerja di bidang keamanan”, yang menarik persepsi sosial bahwa petugas keamanan dapat dipercaya.

Berita lain terkait Nagaenthran Dharmalingam

(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani/Tiara)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas