Pengawas Obat-obatan Uni Eropa Rekomendasikan Penggunaan Darurat Pil Anticovid
Pengawas obat-obatan Uni Eropa merekomendasikan penggunaan darurat pil anticovid Molnupiravir yang diproduksi oleh Merck and Ridgeback Biotherapeutics
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Pengawas obat-obatan Uni Eropa (UE) merekomendasikan penggunaan darurat pil anticovid Molnupiravir yang diproduksi oleh Merck and Ridgeback Biotherapeutics.
Dilansir Al Jazeera, Molnupiravir dapat diberikan kepada orang dewasa dalam kurun waktu lima hari setelah gejala pertama.
Badan Obat Eropa (EMA) mengatakan lewat sebuah pernyataan pada Jumat (19/11/2021), pemberian Molnupiravir hanya diberikan bagi pasien yang tidak membutuhkan bantuan oksigen dan berisiko terkena penyakit parah.
Baca juga: Digugat Uni Eropa Soal Nikel, Wamendag: Indonesia Berhak Atur Perdagangan Komoditas Strategisnya
Baca juga: Turis Indonesia Boleh Melakukan Perjalanan ke Negara Uni Eropa
Seperti diketahui, beberapa pekan terakhir infeksi virus corona di Eropa melonjak.
Jerman, Belanda, Austria, dan Hongaria melaporkan sejumlah lonjakan kasus baru dan membuat pemerintah khawatir mengingat musim dingin akan segera tiba.
Molnupiravir telah diawasi dengan ketat sejak bulan lalu, dilaporkan dapat mengurangi separuh kemungkinan kematian atau perlu perawatan di rumah sakit bagi mereka yang masuk kategori paling berisiko terpapar Covid-19.
Baca juga: Inggris Jadi Negara Pertama di Dunia yang Setujui Penggunaan Pil Merck Molnupiravir
Baca juga: Merck Izinkan Perusahaan Farmasi Lain Ikut Produksi Obat Covid-19 Buatan Mereka
Keputusan EMA keluar setelah Inggris menjadi negara pertama di dunia yang memberi lampu hijau pil Molnupiravir digunakan pada awal November.
Mengutip data klinis, Badan Pengatur Obat dan Produk Kesehatan Inggris (MHRA) merekomendasikan agar pil tersebut digunakan sesegera mungkin setelah tes menunjukkan positif Covid-19 dan dalam waktu lima hari sejak timbulnya gejala.
Merck juga telah meminta persetujuan agar pil tersebut digunakan di Amerika Serikat.
Administrasi Makanan dan Obat-obatan AS (CDC) diharapkan untuk memberikan keputusan tentang itu dalam waktu dekat.
Berita lain terkait Virus Corona
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)