Seorang Ayah di Afghanistan Terpaksa Nikahkan Putrinya yang Masih di Bawah Umur untuk Lunasi Utang
Terlilit utang, Seorang pekerja pabrik batu bata Afghanistan menikahkan putrinya yang masih di bawah umur karena ekonomi yang semakin sulit.
Penulis: Yurika Nendri Novianingsih
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Seorang pekerja pabrik batu bata Afghanistan, Fazal memutuskan untuk menikahkan putrinya yang masih di bawah umur karena desakan ekonomi.
Ekonomi negara yang terpuruk telah memberi Fazal pilihan yang sulit.
Dia harus memilih antara menikahkan putri-putrinya yang masih kecil, atau mengambil risiko keluarga mati kelaparan.
Dilansir dari CNA, pada Oktober lalu, Fazal menerima pembayaran mahar sebesar US$3.000 atau sekitar Rp 42,7 juta setelah menyerahkan putrinya yang berusia 13 dan 15 tahun kepada pria yang usianya lebih dari dua kali lipat.
Dia mengatakan, jika uangnya habis mungkin harus menikahkan lagi anaknya yang berusia tujuh tahun.
"Saya tidak punya cara lain untuk memberi makan keluarga saya dan melunasi hutang saya. Apa lagi yang bisa saya lakukan?" katanya.
"Saya sangat ingin tidak harus menikahkan putri bungsu saya."
Baca juga: Taliban Larang Wanita Tampil dalam Drama TV Afghanistan
Baca juga: Taliban Mulai Bayar Gaji Pegawai Negeri Afghanistan yang Telah Jatuh Tempo
Masalah Fazal dimulai ketika krisis ekonomi menghentikan pekerjaan konstruksi.
Seperti rekan sekerjanya, dia telah dibayar dimuka - US$1.000 untuk enam bulan kerja.
Dengan permintaan batu bata yang mengering, bosnya menyuruhnya untuk mengembalikan uang mukanya, tetapi Fazal telah menghabiskan banyak uang untuk pengobatan istrinya yang sakit.
Penduduk setempat mengatakan banyak pekerja kiln lainnya juga terpaksa menikahkan gadis-gadis muda untuk membayar uang muka.
Pernikahan Anak di Afghanistan
Pernikahan anak telah meningkat seiring dengan melonjaknya kemiskinan sejak Taliban merebut kekuasaan 100 hari lalu pada 15 Agustus.
Bahkan dilaporkan, orang tua miskin menjanjikan bayi perempuan untuk pernikahan di masa depan dengan imbalan mas kawin, kata aktivis hak-hak perempuan.