Menlu RI Singgung Kesetaraan Vaksin hingga Kesenjangan Ekonomi Antara Negara Maju dan Berkembang
Menlu mengatakan pandemi Covid-19 berpeluang memperlebar kesenjangan antara negara maju dan negara berkembang.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, BALI - Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi menyinggung kesetaraan vaksin hingga kesenjangan ekonomi antara negara maju dan negara berkembang, yang salah satunya dampak pandemi Covid-19.
Menlu mengatakan pandemi Covid-19 berpeluang memperlebar kesenjangan antara negara maju dan negara berkembang.
Hal ini disampaikan Retno Marsudi pada konferensi pers terkait BDF 14 yang diselenggarakan secara hybrid (virtual dan langsung) di kawasan Nusa Dua, Bali, Kamis (9/12/2021).
"Sebagai komunitas global, kita semua harus bekerja sama agar kesetaraan dapat dijalankan. Antara lain melalui peringanan hutang, pemberian akses setara terhadap vaksin, dan meningkatkan investasi untuk ketahanan kesehatan, jaminan sosial, dan pendidikan bagi semua," ujarnya.
Baca juga: Menlu Retno Marsudi: WHO Konfirmasi Varian Omicron Terdeteksi di 45 Negara
Retno mengatakan equality atau kesetaraan tidak hanya menjadi ruh dari demokrasi, tapi juga sebagai mesin penggerak bagi upaya pemulihan pasca pandemi.
Apalagi pandemi datang pada saat demokrasi di banyak negara mengalami kemunduran.
Menurut laporan Freedom House tahun 2021, kebebasan global menurun dalam 15 tahun terakhir dan 75% penduduk dunia hidup di bawah negara yang mengalami kemunduran demokrasi tahun lalu.
Terkait vaksinasi, Menlu juga mendorong akses vaksin yang setara bagi semua karena jurang kesenjangan vaksinasi saat ini masih sangat lebar.
Sekira 64,94% popoulasi negara kaya telah divaksinasi setidaknya dengan 1 dosis, sementara di negara berpendapatan rendah baru 8,06%.
"Penguatan arsitektur kesehatan global ini juga diangkat oleh Indonesia selama presidensi G20 guna memastikan semua negara dapat mengatasi pandemi di masa depan," ujar Menlu.
Menlu Retno juga mendorong arsitektur ekonomi global yang adil untuk mempercepat pemulihan.
Sekitar 90% negara maju diproyeksikan dapat mencapai level pendapatan perkapita pra-pandemi di tahun 2022.
Sementara negara-negara berkembang dan LDCs akan memerlukan waktu jauh lebih lama.
Menurutunya norma dan aturan ekonomi internasional saat ini kita lihat masih kurang demokratis dan inklusif.
Oleh karena itu, sudah saatnya mendemokratisasikan arsitektur ekonomi global dan tatanan-tananan global lainnya.
"Saya berikan contoh, tidak boleh ada monopoli dalam partisipasi di ekosistem rantai pasok global. Ini yang saya berikan contoh dalam pidato saya," ujarnya.
Retno menekankan bahwa demokrasi adalah katalis untuk terjadinya perubahan yang positif dan kita memerlukan demokrasi untuk pulih dari pandemi.
"BDF diharapkan dapat menjadi ajang untuk saling belajar tentang bagaimana nilai-nilai keseteraan, inklusivitas, dan keadilan dapat membantu kita pulih, to recover together and recover stronger," ujar Menlu.