PBB: Taliban Lakukan Diskriminasi Terhadap Kaum Perempuan Afghanistan
PBB sebut Taliban melakukan diskriminasi dan kekerasan berbasis gender berskala besar dan sistematis terhadap perempuan Afghanistan.
Penulis: Yurika Nendri Novianingsih
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Pakar hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengatakan, para pemimpin Taliban melakukan diskriminasi pada perempuan Afghanistan.
Dikatakan, Taliban juga melakukan kekerasan berbasis gender berskala besar dan sistematis terhadap perempuan dan anak perempuan Afghanistan.
"Kami prihatin dengan upaya terus menerus dan sistematis untuk mengecualikan perempuan dari bidang sosial, ekonomi, dan politik di seluruh negeri," kata para ahli, Senin (17/1/2022), dilansir Al Jazeera.
“Kekhawatiran ini diperburuk dalam kasus perempuan dari minoritas etnis, agama atau bahasa seperti Hazara, Tajik, Hindu, dan komunitas lain yang perbedaan atau visibilitasnya membuat mereka semakin rentan di Afghanistan,” imbuhnya.
Taliban telah memperkenalkan serangkaian tindakan pembatasan terhadap perempuan dan anak perempuan sejak pengambilalihan negara itu pada Agustus, lalu.
Baca juga: Gempa Berkekuatan 5,3 SR Guncang Afghanistan Barat, 26 Orang Tewas
Baca juga: Buron Sejak 2014, Pemimpin Senior Taliban Pakistan Tewas Ditembak di Afghanistan
Banyak wanita telah dilarang kembali ke pekerjaan mereka.
Pengemudi taksi telah diarahkan untuk tidak menjemput penumpang wanita yang tidak mengenakan jilbab tertentu.
Wanita takut akan akibatnya jika mereka meninggalkan rumah tanpa kerabat laki-laki.
“Kebijakan ini juga mempengaruhi kemampuan perempuan untuk bekerja dan mencari nafkah, mendorong mereka lebih jauh ke dalam kemiskinan ,” kata para ahli.
“Perempuan kepala rumah tangga sangat terpukul, dengan penderitaan mereka diperparah oleh konsekuensi yang menghancurkan dari krisis kemanusiaan di negara ini," tambahnya.
Dilarang Sekolah
Keprihatinan khusus dan serius adalah penolakan terus-menerus atas hak dasar perempuan dan anak perempuan untuk pendidikan menengah dan tinggi.
Sebagian besar sekolah menengah anak perempuan tetap tutup.
Sementara, sebagian besar anak perempuan yang seharusnya bersekolah di kelas 7-12 ditolak aksesnya ke sekolah, hanya karena jenis kelamin mereka.