Jepang Perluas Pembatasan, Restoran yang Tutup Lebih Awal akan Diberi Kompensasi Rp 3,7 Juta
Jepang memperluas pembatasan Covid-19 karena terjadi lonjakan kasus akibat varian Omicorn. Sejumlah restoran dan bar kini diminta tutup lebih awal.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Inza Maliana
TRIBUNNEWS.COM - Restoran dan bar akan tutup lebih awal di Tokyo dan beberapa area lain di Jepang mulai Jumat (21/1/2022).
Hal itu dilakukan karena Covid-19 varian Omicron telah menyebabkan kasus melonjak ke level tertinggi di wilayah metropolitan.
Adapun aturan pembatasan Covid-19, yang merupakan pra-keadaan darurat, adalah yang pertama diberlakukan sejak September dan dijadwalkan berlangsung hingga 13 Februari 2022.
Sejak Januari, tiga perfektur, yaitu Okinawa, Hiroshima dan Yamaguchi, berada di bawah pembatasan.
Mulai Jumat, tindakan serupa akan diberlakukan di 16 wilayah, atau sepertiga dari negara.
Baca juga: 6350 Orang Terinfeksi di Camp Militer AS di Jepang, 4141 Orang Adalah Tentara AS
Baca juga: Apa Itu Nocebo? Efek Samping Vaksin Covid-19 yang Dipicu Pikiran
Diketahui, selama pandemi, Jepang telah menolak memberlakukan penguncian (lockdown) karena pemerintah berupaya untuk meminimalkan kerusakan ekonomi.
Negara itu berfokus pada mengharuskan restoran tutup lebih awal dan tidak menyajikan alkohol.
Kemudian mendesak masyarakat untuk memakai masker dan menjaga jarak sosial.
Sementara itu, di bawah aturan terbaru, sebagian besar restoran diminta tutup pada pukul 8 atau 9 malam.
Acara besar yang memungkinkan kapasitas penuh akan diizinkan jika penyelenggara acara memiliki paket anti-virus.
Di Tokyo, restoran bersertifikat yang berhenti menyajikan alkohol dapat tetap buka hingga pukul 9 malam, sementara restoran yang menyajikan alkohol harus tutup satu jam lebih awal.
Restoran yang tutup pada pukul 9 malam dan tidak menyajikan alkohol akan menerima kompensasi dari pemerintah sebesar 30.000 yen atau setara Rp 3,7 juta.
Sedangkan restoran yang tutup pada pukul 8 malam mendapatkan kompensasi sebesar 25.000 yen Rp 3,1 juta.
Para kritikus mengatakan tindakan itu, yang hampir secara eksklusif menargetkan bar dan restoran, tidak masuk akal dan tidak adil.
Mitsuru Saga, manajer restoran "izakaya" bergaya Jepang di pusat kota Tokyo mengatakan, dia memilih untuk menyajikan alkohol dan tutup pada pukul 8 malam meskipun menerima kompensasi yang lebih rendah dari pemerintah.
Baca juga: Update Covid-19 Global 21 Januari 2022: Kasus Aktif Sampai Hari Ini 61.275.419
Baca juga: Efek Samping Vaksin Covid-19 Dapat Terjadi secara Sistemik dan Lokal, Rata-rata Gejala Hampir Sama
"Kami tidak dapat membuat bisnis tanpa menyajikan alkohol," kata Saga seperti dikutip AP News.
"Sepertinya hanya restoran yang ditargetkan untuk pencegahan."
Beberapa ahli mempertanyakan efektivitas pembatasan hanya pada restoran, mencatat bahwa infeksi di tiga prefektur yang telah memberlakukan pembatasan selama hampir dua minggu tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan kasus Covid-19.
Setelah lebih dari dua tahun pembatasan berulang dan permintaan jaga jarak sosial, orang Jepang semakin menjadi kurang kooperatif terhadap tindakan tersebut.
Orang-orang kembali bepergian dengan kereta yang penuh sesak dan berbelanja di toko-toko yang ramai.
Stasiun kereta api utama Tokyo Shinagawa penuh sesak seperti biasa dengan para komuter yang bergegas untuk bekerja pada Jumat pagi.
Jepang secara singkat melonggarkan kontrol perbatasan pada bulan November tetapi dengan cepat membalikkannya untuk melarang sebagian besar pendatang asing ketika varian Omicron mulai menyebar di negara lain.
Jepang mengatakan akan tetap berpegang pada kebijakan perbatasan yang ketat hingga akhir Februari karena negara itu mencoba untuk memperkuat sistem dan perawatan medis.
Kontrol perbatasan yang ketat telah memicu kritik dari mahasiswa dan cendekiawan asing yang mengatakan tindakan itu tidak ilmiah.
Sekelompok cendekiawan dan pakar Jepang-AS baru-baru ini meluncurkan petisi, yang dipimpin oleh kepala Masyarakat Jepang Joshua Walker, menyerukan Perdana Menteri Fumio Kishida dan pemerintahnya untuk mengizinkan para cendekiawan dan pelajar asing memasuki negara itu lagi.
Baca juga: Mayat Terpotong-potong Dalam Koper Ditemukan Polisi Jepang di Lapangan Golf Yang Telah Ditutup
Baca juga: Fumio Kishida Putuskan Mulai 21 Januari Tokyo Berlakukan Manbou dan 12 Prefektur Jepang Lainnya
Sebuah surat kepada Kishida, yang ditandatangani oleh ratusan akademisi dan pakar dalam studi Jepang-AS, mendesak pemerintahnya untuk melonggarkan kontrol perbatasan untuk memungkinkan para pendidik, pelajar, dan cendekiawan memasuki Jepang dan melanjutkan kegiatan akademik mereka.
Banyak dari mereka terpaksa berhenti belajar di Jepang dan fokus ke negara lain, termasuk Korea Selatan.
"Mereka menjadi jembatan antara Jepang dan masyarakat lainnya. Mereka adalah pembuat kebijakan masa depan, pemimpin bisnis, dan guru. Mereka adalah dasar dari aliansi AS-Jepang dan hubungan internasional lainnya yang mendukung kepentingan nasional inti Jepang," kata surat itu.
"Penutupan itu merugikan kepentingan nasional dan hubungan internasional Jepang."
Jepang baru-baru ini mengumumkan akan mengizinkan 87 siswa dengan beasiswa pemerintah Jepang untuk masuk ke negara itu, tetapi para pembuat petisi mengatakan ada banyak orang lain dengan beasiswa yang disponsori pemerintah asing yang masih tidak bisa masuk.
Lebih lanjut, menurut data worldometers.info, pada Rabu (19/1/2022) kasus harian Covid-19 di Jepang bertambah 29.862, kemudian pada Kamis (20/1/2022) bertambah 39.841, dan hari ini, Jumat (21/1/2022) bertambah 44.638, menjadi 2.017.531.
Meskipun terjadi lonjakan, jumlah orang yang terinfeksi yang dirawat di rumah sakit hanya menempati kurang dari sepertiga tempat tidur rumah sakit yang tersedia di ibu kota Jepang.
Namun, para ahli mengatakan lonjakan kasus yang cepat dapat dengan cepat membanjiri sistem medis begitu infeksi menyebar lebih lanjut di antara populasi orang tua.
Seperti yang terjadi di beberapa daerah, di mana lonjakan infeksi mulai melumpuhkan rumah sakit, sekolah, dan sektor lain.
Kementerian telah memangkas periode isolasi diri yang diperlukan dari 14 hari menjadi 10 hari untuk mereka yang melakukan kontak dekat dengan seseorang yang dites positif Covid-19, dan menjadi tujuh hari untuk pekerja penting jika mereka dites negatif.
Sementara sekitar 80 persen orang Jepang telah menerima dua dosis vaksin pertama mereka, peluncuran suntikan booster lambat dan sejauh ini hanya mencapai 1,4 persen dari populasi.
Baca juga artikel lain terkait Virus Corona atau Jepang
(Tribunnews.com/Rica Agustina)