Demo Tolak Vaksin di Belgia Ricuh, 50.000 Demonstran Bentrok dengan Aparat
Aksi demo menolak vaksin dan aturan Covid-19 di Belgia berlangsung ricuh. Sekitar 50.000 demonstran bentrok dengan aparat di Brussels.
Penulis: Yurika Nendri Novianingsih
Editor: Wahyu Gilang Putranto
Penyelenggara termasuk Demonstrasi Seluruh Dunia untuk Kebebasan dan Europeans United for Freedom telah meminta orang-orang untuk datang dari negara-negara Uni Eropa lainnya.
Bendera dari Polandia, Belanda, Prancis, dan Rumania terlihat di kerumunan.
"Apa yang terjadi sejak 2020 telah membuat orang sadar akan korupsi," kata Francesca Fanara, demonstran yang telah melakukan perjalanan dari Lille di Prancis utara.
"Aku datang untuk berbaris bersama."
"Ini adalah kediktatoran kesehatan," kata Adolfo Barbosa dari Portugal.
"Sungguh menghangatkan hati melihat orang-orang ini di sini."
Badan kesehatan UE mengatakan pada hari Jumat bahwa Omicron kini telah menjadi varian dominan yang beredar di blok tersebut dan beberapa negara tetangga.
Belgia telah melihat infeksi harian melonjak menjadi lebih dari 60.000 dalam seminggu terakhir dalam apa yang disebut pihak berwenang sebagai "tsunami".
Baca juga: Kasus Kematian Akibat Covid-19 Di Australia Meningkat, Saat Siswa Kembali Ke Sekolah
Baca juga: Kanselir Jerman Olaf Scholz Mengincar Diberlakukannya Mandat Vaksin COVID-19
Tetapi varian yang lebih ringan dan tingkat vaksinasi yang tinggi dan juga orang yang mendapatkan suntikan booster ketiga berarti bahwa sistem kesehatan tidak berada di bawah tekanan yang sama seperti pada gelombang sebelumnya.
Perdana Menteri Belgia Alexander De Croo pada hari Jumat mengumumkan bahwa restoran dan bar dapat memperpanjang jam buka mereka meskipun klub malam masih tutup.
Tetangga Prancis mengatakan akan memulai pencabutan pembatasan Covid secara bertahap mulai 2 Februari setelah pihak berwenang mengatakan ada tanda-tanda yang menggembirakan bahwa gelombang infeksi karena varian Omicron surut.
(Tribunnews.com/Yurika)