Boris Johnson Akui Sesatkan Parlemen Inggris Soal Sanksi Terhadap Miliarder Rusia Abramovich
Johnson membuat pernyataan itu setelah anggota parlemen Partai Buruh Margaret Hodge mengkritik rezim sanksi baru-baru ini terhadap Rusia.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Daryono
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Otoritas Inggris pada Selasa lalu mengumumkan penerapan sanksi terhadap 5 bank Rusia dan 3 orang yang dekat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, yakni miliarder Gennady Timchenko serta Boris dan Igor Rotenberg.
Langkah itu dilakukan sebagai tanggapan atas pengakuan Rusia terhadap kemerdekaan Republik Rakyat Donetsk (DPR) dan Republik Rakyat Lugansk (LPR) dari Ukraina.
Dikutip dari laman Sputnik News, Kamis (24/2/2022), Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson mengakui bahwa dirinya telah menyesatkan Parlemen saat menyampaikan komentar tentang miliarder Rusia Roman Abramovich, pemilik klub sepak bola Inggris Chelsea, agar turut menghadapi tindakan hukuman dari Inggris.
Johnson membuat pernyataan itu setelah anggota parlemen Partai Buruh Margaret Hodge mengkritik rezim sanksi baru-baru ini terhadap Rusia.
"Ini mungkin tidak mempengaruhi oligarki yang dekat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, yang tidak memiliki posisi resmi di perusahaan Rusia atau memiliki kurang dari 50 persen saham. Tidak seperti Undang-undang Amerika Serikat (AS), Undang-undang ini terbatas pada bagaimana kita dapat memberikan sanksi kepada pemerintah Rusia. Akankah Perdana Menteri melihat kembali rezim sanksi sehingga dalam kata-kata Menteri Luar Negeri Liz Truss tidak ada yang keluar dari jalur?," tanya Margaret Hodge yang menyebutkan beberapa miliarder Rusia, termasuk Roman Abramovich.
Baca juga: Ukraina Timur: “Orang tidak pernah tahu, kapan penembakan dimulai”
Johnson pun menanggapi pertanyaan Hodge dengan mengatakan bahwa Abramovich 'telah menghadapi' sanksi.
Hal ini yang akhirnya memicu pernyataan dari anggota parlemen Partai Buruh lainnya, Chris Bryant yang mengatakan bahwa pernyataan Johnson itu 'tidak benar'.
Sehingga memicu klaim bahwa Johnson telah menyesatkan parlemen Inggris.
Mengomentari insiden itu, Juru bicara resmi Johnson mengatakan bahwa sang Perdana Menteri 'salah bicara' dan menambahkan bahwa catatan parlemen akan diperbaiki.
Kendati demikian, pernyataan dari Downing Street, bagaimanapun juga telah gagal untuk menenangkan kekhawatiran para kritikus.
Sebagai sesama anggota partai yang menaungi Johnson sekaligus Ketua Komite Pemilihan Urusan Luar Negeri, Tom Tugendhat mengatakan bahwa ia berharap pemerintah melangkah 'lebih jauh dan lebih cepat' dalam hal pemberian sanksi.
Perlu diketahui, sejauh ini Inggris telah memberikan sanksi kepada 5 bank Rusia yakni Rossiya, IS Bank, General Bank, Promsvyazbank dan Black Sea Bank.
Lalu ada pula 3 individu yang juga terkena sanksi yakni miliarder Gennady Timchenko, serta 'paman dan keponakan' Boris dan Igor Rotenberg.
Langkah-langkah penerapan hukuman ini muncul sebagai tanggapan atas keputusan Kremlin yang mengakui kemerdekaan DPR dan LPR, dua provinsi yang memisahkan diri dan memproklamirkan diri 'merdeka' dari Ukraina pada 2014 lalu yang akhirnya memicu konflik sengit dengan Ukraina.
Baca juga: Rusia-Ukraina di Ambang Perang, Taiwan Justru Cemaskan Pergerakan Militer Tiongkok
Keputusan itu diumumkan selama pertemuan darurat Dewan Keamanan (DK) Rusia dan kemudian disetujui dengan suara bulat oleh Parlemen negara itu.
Pengakuan terhadap dua republik yang memisahkan diri itu dibuat setelah DPR dan LPR menuduh Ukraina menembaki wilayahnya, klaim yang secara tegas dibantah oleh Ukraina.
Sejak awal konflik pada 2014, pihak berwenang Ukraina telah menuduh Rusia mengirimkan senjata kepada pasukan ke republik-republik yang memisahkan diri itu untuk mendukung para separatis, sebuah klaim yang secara tegas dibantah oleh Kremlin.(*)