Konflik Rusia-Ukraina Pecah, Pakar Hukum Internasional Dorong Menlu RI Lakukan Shuttle Diplomacy
Pakar sekaligus Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana mendorong Republik Indonesia (RI) ruang dialog, shuttle diplomacy.
Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Pakar sekaligus Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mendorong Republik Indonesia (RI) melakukan diplomasi ulang alik atau shuttle diplomacy.
Hikmahanto meminta Indonesia yang kini memegang Presidensi G20 untuk segera turun tangan.
Menurutnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat mengutus Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi untuk melakukan dialog dan peluang diplomasi dengan berbagai pihak.
"Oleh karena itu saya menghimbau kepada bapak presiden sebagai presiden G20 untuk segera bertindak melakukan tindakan yang nyata dari pemerintah Indonesia," kata Hikmahanto, dalam acara Kabar Petang tvOne, Kamis (24/2/2022)
"Bisa mengutus ibu menlu untuk segera melakukan shuttle diplomacy," sambungnya.
Dalam diplomasi dan hubungan internasional, diplomasi ulang alik (shuttle diplomacy) merupakan keterlibatan pihak luar selaku penengah antara pihak-pihak yang berselisih.
Para pihak berselisih tidak melakukan kontak langsung dalam diplomasi ini.
Lebih lanjut, Hikamhanto mengatakan shuttle diplomacy ini dilakukan dengan tujuan untuk tiga hal.
Pertama, melakukan komunikasi dengan Presiden Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melaksanakan sidang darurat.
Hikmahanto menyarankan untuk membawa permasalahan Rusia dan Ukraina ke Majelis Umum PBB bukan ke Dewan Keamanan PBB.
"Tujuannya ada tiga hal, pertama untuk berkomunikasi dengan Presiden Majelis PBB untuk melaksanakan sidang darurat,"
"Kalau diserahkan dan hanya mengandalkan DK PBB saya rasa tidak bisa," tuturnya.
Baca juga: Rusia Invasi Bandara Komersial, Ukraina Tutup Lalu Lintas Udara
Baca juga: Swiss Jatuhkan Sanksi Pembatasan Perjalanan Pasca Invasi Rusia ke Ukraina
Menurutnya, jika Indonesia membawa permasalahan Rusia-Ukraina ini diselesaikan di Dewan Keamanan PBB maka akan gagal.
Pasalnya, di dalam Dewan Keamanan PBB ada anggota tetap yakni Rusia.