Sejak Invasi Dimulai, 133 Warga Sipil Termasuk 5 Anak-anak Tewas di Wilayah Kharkiv Ukraina
133 warga sipil termasuk 5 anak-anak di wilayah Kharkiv, tewas sejak awal invasi Rusia ke Ukraina.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, KHARKIV - 133 warga sipil termasuk 5 anak-anak di wilayah Kharkiv, tewas sejak awal invasi Rusia ke Ukraina.
Seperti yang diumumkan Departemen Kepolisian Daerah Kharkiv di jejaring sosial Facebook.
"Pada 7 Maret (2022) pukul 09.00 pagi, 209 orang tewas dalam penembakan artileri dan pertempuran, diantaranya adalah 133 warga sipil, termasuk 5 anak-anak," kata laporan itu.
Baca juga: POPULER Internasional: Ukraina Serang Kapal Perang Rusia | Rencana Polandia Kirim Bantuan Jet Tempur
Baca juga: Jika Presiden Zelensky Terbunuh akibat Invasi Rusia, Ukraina Sudah Siapkan Rencana
Tercatat bahwa sejak 24 Februari lalu atau saat dimulainya operasi militer khusus Rusia di Ukraina, wilayah Kharkiv telah kehilangan 41 prajurit Angkatan Bersenjata Ukraina, 4 petugas polisi, 8 anggota Garda Nasional, 4 karyawan Layanan Penjaga Perbatasan Negara, empat karyawan Kharkiv National Universitas Angkatan Udara, anggota Dinas Keamanan Ukraina dan 14 anggota pertahanan teritorial.
Dikutip dari laman Ukrinform, Selasa (8/3/2022), selama penembakan yang dilakukan Rusia, 443 orang terluka, 319 diantaranya adalah warga sipil.
Sebelumnya pada 24 Februari lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan perang terhadap Ukraina dan melancarkan invasi besar-besaran.
Ukraina mengklaim pasukan Rusia telah menembaki dan menghancurkan infrastruktur utama.
Begitu pula dengan rudal yang menghantam bangunan pemukiman warga.
Darurat militer pun diberlakukan di Ukraina dan mobilisasi umum turut diumumkan.
Bahkan negara itu secara resmi mengajukan gugatan terhadap Federasi Rusia ke Pengadilan Internasional Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di Den Haag, Belanda.
Sementara itu, alasan Rusia melancarkan operasi militer khusus di Ukraina adalah karena Ukraina dinilai gagal mengimplementasikan perjanjian Minsk dan menyelesaikan konflik di Donbass secara damai.
Baca juga: Pengungsi dari Kyiv dan Kharkiv Dievakuasi ke Belarus dan Rusia, Ukraina Tolak Tawaran Rusia
Putin pun mengatakan bahwa negaranya tidak punya pilihan lain selain bertindak, setelah berminggu-minggu terjadi aksi penembakan terhadap Republik Rakyat Donetsk (DPR) dan Republik Rakyat Lugansk (LPR) yang diklaim dilakukan oleh pasukan Ukraina.
Dengan demikian, ia kemudian memerintahkan pasukannya untuk melakukan 'demiliterisasi dan denazifikasi' negara tetangganya itu.
Rusia bahkan mengklaim telah berulang kali memperingatkan negara-negara Barat agar tidak mengirimkan persenjataan canggih mereka ke Ukraina.
Putin menilai bahwa hal itu akan membuat Ukraina berani dan mendorongnya untuk mencoba menyelesaikan konflik di Donbass dengan menggunakan militernya.
Sebelumnya, The Washington Post melaporkan bahwa AS telah mengirim perangkat keras militer senilai ratusan juta dolar AS ke Ukraina sejak Desember 2021, beberapa bulan sebelum keputusan Rusia untuk meluncurkan operasi militer khusus.