Ancaman Krisis Global Mengintai di Balik Perang Rusia-Ukraina, Dikhawatirkan Berdampak ke Indonesia
Krisis ini tidak hanya berdampak pada ekspor biji-bijian, mengingat Rusia juga merupakan pemasok utama pupuk.
Editor: Hasanudin Aco
Biaya yang melonjak pada akhirnya dapat membebani mata uang di pasar negara berkembang, di mana makanan mewakili bagian yang lebih besar dari keranjang harga konsumen.
Krisis ini tidak hanya berdampak pada ekspor biji-bijian, mengingat Rusia juga merupakan pemasok utama pupuk.
Hampir setiap tanaman utama di dunia bergantung pada input seperti kalium dan nitrogen, dan tanpa aliran yang stabil, petani akan kesulitan menanam segala sesuatu mulai dari kopi hingga beras dan kedelai.
“Ini kejutan makanan yang luar biasa. Saya tidak tahu situasi seperti ini dalam 30 tahun saya terlibat di sektor ini.” kata Abdolreza Abbassian, analis pasar independen dan mantan ekonom senior di Organisasi Pangan dan Pertanian PBB.
Di Brasil, pembangkit tenaga pertanian lainnya, petani tidak bisa mendapatkan pupuk yang mereka butuhkan karena pengecer enggan memberikan penawaran harga.
Di China, salah satu importir makanan terbesar di dunia, pembeli membeli jagung dan kedelai AS di tengah kekhawatiran bahwa pengiriman tanaman yang lebih sedikit dari Rusia dan Ukraina dapat memicu perebutan global untuk biji-bijian.
Sementara itu, di Mesir, orang khawatir bahwa harga roti bersubsidi yang mereka andalkan dapat naik untuk pertama kalinya dalam empat dekade, sementara rekaman warga di Turki yang mencoba mengambil kaleng minyak yang lebih murah menjadi viral.
Rusia Siapkan Sanksi Balasan
Rusia memperingatkan Barat pada Rabu (9/3/2022) bahwa pihaknya sedang mempesiapkan sanksi balasan yang yang akan cepat dan terasa di wilayah paling sensitif di Barat.
Ekonomi Rusia menghadapi krisis paling parah sejak kejatuhan Uni Soviet tahun 1991, setelah Barat memberlakukan sanksi yang melumpuhkan pada hampir seluruh sistem keuangan dan perusahaan Rusia menyusul invasi Moskow ke Ukraina.
"Reaksi Rusia akan cepat, bijaksana, dan terasa bagi mereka yang dituju," kata Dmitry Birichevsky, Direktur Departemen Kerjasama Ekonomi Kementerian Luar Negeri, seperti dikutip kantor berita RIA dan dilansir Reuters.
Presiden AS Joe Biden pada Selasa (8/3) memberlakukan larangan impor langsung terhadap minyak Rusia dan energi lainnya sebagai pembalasan atas invasi ke Ukraina.
Rusia memperingatkan awal pekan ini, harga minyak bisa melonjak hingga lebih dari US$ 300 per barel jika Amerika Serikat dan Uni Eropa melarang impor minyak mentah dari Rusia.
Moskow mengatakan, Eropa mengonsumsi sekitar 500 juta ton minyak per tahun. Rusia memasok sekitar 30% di antaranya atau 150 juta ton, serta 80 juta ton petrokimia.
Sumber: Reuters/Bloomberg/Kontan.co.id