Finlandia Mulai Pertimbangkan Gabung NATO karena Khawatir Bernasib seperti Ukraina
Salah satu negara yang memiliki sejarah panjang dengan Rusia, Finlandia, mempertimbangkan bergabung ke NATO setelah melihat situasi Ukraina.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Inza Maliana
TRIBUNNEWS.COM - Salah satu negara yang memiliki sejarah panjang dengan Rusia, Finlandia, mempertimbangkan bergabung dengan NATO setelah melihat situasi Ukraina.
Dalam beberapa dekade, Finlandia menolak memihak maupun menentang Rusia.
Namun, dengan adanya invasi Moskow ke Ukraina, kebijakan netral negara Nordik yang berbatasan 1.340 km dengan Rusia itu mulai berbalik.
Pada Kamis (10/3/2022), Presiden Finlandia Sauli Niinisto mengatakan, akan meninjau kebijakan keamanannya untuk memutuskan apakah akan bergabung dengan NATO.
“Ketika alternatif dan risiko telah dianalisis, maka inilah saatnya untuk kesimpulan,” kata Niinisto.
Baca juga: Rusia Serang Rumah Sakit Jiwa di Kharkiv, Tak Ada Korban Jiwa Karena Staf dan Pasien di Bunker
Baca juga: Ukraina Klaim Dibantu Sukarelawan Perang Barat, Rusia Izinkan Sukarelawan Perang dari Timur Tengah
Rabu (9/3/2022) sebelumnya, Perdana Menteri Finlandia Sanna Marin mengatakan diskusi kemungkinan menjadi anggota NATO harus dilakukan di beberapa tingkatan.
Sementara itu, jajak pendapat baru-baru ini menemukan 53 persen warga Finlandia mendukung bergabung dengan NATO, naik dari 19 persen pada lima tahun lalu.
Selain itu, petisi untuk mengadakan referendum tentang tawaran bergabung NATO mengumpulkan 50.000 tanda tangan, yang mana bisa dilanjutkan ke tingkat parlemen.
“Sebelum (krisis Ukraina), saya tidak ingin harus memilih antara Timur dan Barat,” ujar Joonas, pembuat bir berusia 30 tahun dari Helsinki, dikutip dari Al Jazeera.
“Tetapi sekarang dengan tindakan ini, saya pikir sama sekali tidak ada pertanyaan tentang itu. Kurasa ini saatnya untuk memihak," katanya.
Sejarawan di Universitas Turku, Pia Koivunen mengatakan konflik Ukraina mengubah topik NATO menjadi pembicaraan serius di pemerintahan Finlandia.
Sejarah Finlandia dengan Rusia
Sejarah dengan Finlandia kembali ke abad ke-19 ketika Rusia mengambilnya dari Swedia selama perang pada 1808.
Di bawah Tsar Rusia Alexander II, Finlandia diizinkan status khusus di dalam Kekaisaran Rusia, dengan mata uangnya sendiri dan sebagian besar menjalankan urusannya sendiri, meskipun bahasa Finlandia sendiri tidak diakui sebagai bahasa resmi sampai 1902.
Setelah Revolusi Rusia pada 1917, Finlandia diberikan kemerdekaan oleh pemimpin Soviet Vladimir Lenin, meskipun perang saudara berdarah segera pecah antara partai konservatif yang berkuasa dan komunis.
Kemudian pada November 1939, pemimpin Soviet Joseph Stalin mencoba melakukan invasi yang kemudian dikenal sebagai Perang Musim Dingin.
Orang-orang Finlandia menunjukkan perlawanan yang sengit.
Uni Soviet menderita kerugian besar, dengan satu penembak jitu saja, Simo Häyhä, yang dijuluki White Death, mampu menghabisi 505 tentara Soviet.
Finlandia berhasil menahan Tentara Merah dan mempertahankan kebebasan mereka, tetapi kehilangan sebagian besar wilayah.
Kemudian selama Perang Dunia II, Finlandia bersekutu dengan Nazi Jerman untuk mencoba dan mengambilnya kembali, tetapi kalah dan harus membayar ganti rugi kepada Uni Soviet.
Janji Netralitas
Ketika Perang Dunia II membuka Perang Dingin, Finlandia dalam posisi yang unik setelah para pemimpinnya menandatangani perjanjian 1948 dengan Moskow.
Dengan pernjanjian ini, Finlandia berjanji untuk tidak bergabung dengan NATO maupun Pakta Warsawa yang dipimpin Soviet.
Finlandia tidak seperti negara lain yang bersekutu dengan Washington atau Kremlin, dua blok kekuatan utama dunia.
Meski secara resmi netral, Uni Soviet menekan Finlandia.
Perang Dingin tidak akan bertahan lama dan dengan runtuhnya Uni Soviet, Finlandia bergerak lebih dekat ke Barat dan bergabung dengan Uni Eropa pada 1995.
Namun, negara ini terus berhati-hati agar tidak membuat marah tetangganya yang lebih besar.
Baca juga: PBB Mengklaim Punya Bukti Rusia Pakai Senjata Terlarang untuk Serang Pemukiman Ukraina
Baca juga: Update Peta Invasi Rusia ke Ukraina: Kemajuan Pesat Pasukan Putin di Selatan
“Kami tetap mempertahankan posisi nonblok militer kami, meskipun kami bekerja sama dengan beberapa negara tetangga kami seperti Swedia, dan Amerika Serikat, dan juga NATO,” kata Markku Kangaspuro, seorang profesor studi Rusia dan Eropa Timur di Universitas Helsinki.
“Hubungan kami sangat praktis, pragmatis, dan sejauh ini, Finlandia adalah tetangga yang tidak memiliki masalah besar dengan Rusia, dibandingkan dengan hampir semua tetangga lainnya.”
Tetapi dengan invasi ke Ukraina, opini publik Finlandia telah bergeser mendukung NATO secara dramatis.
Demikian pula, Swedia, yang juga tetap berada di luar NATO, memiliki rencana untuk meningkatkan anggaran pertahanannya secara signifikan.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)