NATO Sebut Putin Meremehkan Kekuatan Ukraina: Dia Telah Membuat Kesalahan Besar
Sekjen NATO, Jens Stoltenberg menyebut Presiden Rusia, Vladimir Putin telah meremehkan kekuatan rakyat Ukraina.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Sekjen NATO, Jens Stoltenberg menilai Presiden Rusia Vladimir Putin telah melakukan kesalahan besar dengan melakukan invasi ke Ukraina.
"Presiden Putin telah membuat kesalahan besar dan itu adalah meluncurkan perang melawan negara berdaulat yang merdeka."
"Dia telah meremehkan kekuatan rakyat Ukraina, keberanian rakyat Ukraina dan angkatan bersenjata mereka," kata Stoltenberg menjelang pertemuan puncak NATO di Brussel, Kamis (24/3/2022).
Stoltenberg mengatakan, para pemimpin aliansi NATO akan membicarakan pengaturan ulang terkait pencegahan dan pertahanan dalam jangka panjang.
Baca juga: Waspada Penipuan Online Berkedok Donasi untuk Ukraina, Berikut Ini Cara Mengidentifikasinya
Baca juga: Konflik di Ukraina Pengaruhi Harga Makanan hingga Bahan Bakar di India
Langkah ini dimulai dengan menyetujui penempatan baru ke anggota timur yakni Rumania, Hongaria, Slovakia, dan Bulgaria.
Dilansir CNA, NATO mengerahkan puluhan ribu tentara ke sisi timur sejak invasi Rusia ke Ukraina.
Aliansi militer ini mencoba mengatasi kemungkinan konflik merembet ke negara-negara anggotanya.
Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky meminta lebih banyak pasokan senjata dan intervensi dari Barat dalam perang melawan Rusia.
"Kami sedang menunggu langkah-langkah yang berarti. Dari NATO, Uni Eropa dan G7," kata Zelensky menjelang pertemuan puncak ketiga organisasi di Brussels.
Baca juga: Invasi Rusia Dinilai Salah Besar, NATO: Putin Meremehkan Kekuatan Rakyat Ukraina
Baca juga: NATO akan Tingkatkan Bantuan ke Ukraina untuk Perkuat Pertahanan dari Serangan Rusia
"Di tiga puncak ini kita akan melihat: Siapa teman, siapa mitra, dan siapa yang mengkhianati kita demi uang. Hidup hanya bisa dipertahankan jika bersatu," lanjutnya.
Para pemimpin NATO berjanji akan meningkatkan pasokan senjata ke Ukraina, dan memberikan perlindungan terhadap ancaman senjata kimia dan nuklir.
Kendati demikian, NATO menolak permintaan Kyiv memberlakukan zona larangan terbang.
Adanya zona larangan terbang di Ukraina, memaksa militer NATO berada di area konflik dan menimbulkan perpecahan yang lebih besar dengan Moskow.
"Kami memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa konflik ini tidak meningkat di luar Ukraina yang akan menyebabkan lebih banyak penderitaan, bahkan lebih banyak kematian, bahkan lebih banyak kehancuran," kata Stoltenberg.
Presiden AS Joe Biden sebelumnya, memperingatkan "ancaman nyata" penggunaan senjata kimia oleh Rusia di Ukraina.
Menyusul hal ini, Stoltenberg memastikan bahwa setiap penggunaan senjata kimia "akan mengubah sifat konflik".
"Ini akan menjadi pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional, dan itu akan memiliki konsekuensi yang luas dan parah," ujarnya.
Satu bulan sudah Rusia melancarkan operasi militernya ke Ukraina pada Kamis (24/3/2022) hari ini.
Berikut sejumlah peristiwa yang terjadi, dilansir Al Jazeera:
1. Lebih dari 1.000 warga sipil tewas
Kantor HAM PBB (OHCHR) telah mengkonfirmasi setidaknya 1.035 warga sipil tewas di Ukraina dan 1.650 lainnya terluka, sejak Rusia memulai serangannya.
Korban tewas itu, 90 di antaranya adalah anak-anak.
2. Stoltenberg akan tetap sebagai kepala NATO hingga Oktober 2023
Sekutu NATO memperpanjang masa jabatan Sekretaris Jenderal Jens Stoltenberg di pucuk pimpinan aliansi militer Barat satu tahun hingga 30 September 2023.
Pria 63 tahun itu akan mengundurkan diri pada akhir September dan mengambil peran baru sebagai gubernur bank sentral Norwegia pada Desember.
3. Rusia menuduh Polandia
Kementerian Luar Negeri Rusia menuduh Polandia, meningkatkan ketegangan di Eropa timur setelah mengusir 45 diplomat Rusia atas tuduhan spionase.
4. 15.000 orang diduga dideportasi secara ilegal ke Rusia
Pihak berwenang Mariupol mengatakan, sekitar 15.000 warga sipil telah dideportasi secara ilegal ke Rusia sejak pasukan Moskow merebut beberapa bagian kota.
"Penduduk distrik Tepi Kiri mulai dideportasi secara massal ke Rusia. Secara total, sekitar 15.000 penduduk Mariupol telah menjadi sasaran deportasi ilegal," kata dewan kota Mariupol dalam sebuah pernyataan.
Dikatakan, ada bukti bahwa pasukan Rusia menyita paspor Ukraina dan dokumen lainnya saat mereka dideportasi.
5. Kremlin mengritik PM Inggris
Kremlin melabeli Perdana Menteri Inggris Boris Johnson sebagai pemimpin dunia "anti-Rusia" yang paling aktif.
Ia juga memperingatkan bahwa pendekatan London ke Moskow akan mengarah pada "jalan buntu kebijakan luar negeri".
"Adapun Tuan Johnson, kami melihatnya sebagai peserta paling aktif dalam perlombaan untuk menjadi anti-Rusia," bunyi laporan dari kantor berita Rusia, RIA Novosti, mengutip juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.