Kemhan Inggris: Lebih dari 160.000 Penduduk Mariupol Hidup Tanpa Air, Pemanas hingga Obat-obatan
Lebih dari 160.000 penduduk yang tersisa di kota Mariupol, Ukraina tidak memiliki penerangan, komunikasi, obat-obatan, pemanas, maupun air bersih
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Lebih dari 160.000 penduduk yang tersisa di kota Mariupol, Ukraina tidak memiliki penerangan, komunikasi, obat-obatan, pemanas, maupun air bersih karena invasi yang dilakukan Rusia.
Pernyataan ini disampaikan Kementerian Pertahanan (Kemhan) Inggris dalam pembaharuan data intelijen pertahanan terbaru tentang situasi di Ukraina melalui akun Twitternya.
Dikutip dari laman Ukrinform, Rabu (6/4/2022), tercatat bahwa pertempuran sengit dan serangan udara Rusia terus berlanjut di kota Mariupol yang dikepung.
"Situasi kemanusiaan di kota itu semakin memburuk. Sebagian besar dari 160.000 penduduk yang tersisa tidak memiliki penerangan, komunikasi, obat-obatan, pemanas atau air. Pasukan Rusia telah mencegah akses kemanusiaan, kemungkinan mereka akan menekan para pembela untuk menyerah," kata Kemhan Inggris.
Sebelumnya, kementerian tersebut menyatakan bahwa kota Mariupol tetap menjadi tujuan utama invasi Rusia, karena negara itu berniat mengamankan koridor darat dari Rusia ke wilayah pendudukan Krimea.
Sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan dalam pidato yang disiarkan televisi nasional negara itu pada 24 Februari lalu bahwa sebagai tanggapan atas permintaan para Kepala Republik Donbass, ia telah membuat keputusan untuk melakukan operasi militer khusus ke Ukraina.
Baca juga: Kesaksian Penduduk Wanita Mariupol: Ratusan Orang Ukraina Dideportasi Paksa ke Rusia
Operasi ini dilakukan untuk melindungi orang-orang 'yang telah mengalami pelecehan dan genosida oleh rezim Ukraina selama 8 tahun'.
Kendati demikian, pemimpin Rusia itu menekankan bahwa negaranya tidak memiliki rencana untuk menduduki wilayah Ukraina.
Ia juga menekankan operasi tersebut ditujukan untuk 'denazifikasi dan demiliterisasi Ukraina'.
Sementara itu, negara Barat telah memberlakukan sanksi besar-besaran terhadap Rusia karena melakukan invasi ke Ukraina.
Penerapan sanksi ditujukan terhadap badan hukum maupun individu swasta Rusia.