Media China Sebut Temuan Mayat di Bucha Sebagai 'Pertunjukan' Ukraina
China sendiri sejak Rusia melakukan penyerangan ke Ukraina, menempatkan diri sebagai sosok netral meski kenyataannya lebih memihak Rusia.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING - Media China menyambut sinis penemuan jasad dari pembunuhan warga sipil di Kota Bucha, Ukraina, yang oleh barat disebut-sebut ulah tentara Rusia.
Saluran televisi nasional China, CCTV yang menyebut bahwa pembunuhan itu adalah pertunjukan yang dilakukan oleh Ukraina.
Mereka mengungkapkan situasi itu dibuat setelah pasukan Rusia meninggalkan area tersebut.
Pada salah satu laporannya dikutip dari CNN, CCTV mengungkapkan bahwa Ukraina telah mengarahkan sebuah pertunjukkan yang bagus.
Kata itu muncul di atas rekaman yang sangat kabur dari kota di Ukraina tersebut.
Namun, tak ada bukti yang menunjukkan tuduhan yang dibuat CCTV.
Gambar satelit menunjukkan beberapa mayat telah berada di sana sejak 18 Maret, sementara saksi mata mengatakan pembantaian dimulai beberapa pekan lalu.
China sendiri sejak Rusia melakukan penyerangan ke Ukraina, menempatkan diri sebagai sosok netral meski kenyataannya lebih memihak Rusia.
Salah satunya adalah dengan menolak mengutuk invasi China ke Rusia.
Meski terus mengutarakan perdamaian, China kerap menyalahkan Amerika Serikat (AS), atas situasi di Ukraina.
Media nasionalis China, Global Times pada Rabu (6/4/2022), mempertanyakan kebenaran dari apa yang disebutnya “insiden Bucha” dan membebaskan Rusia dari tanggung jawab.
“Sangat disesalkan bahwa setelah pengungkapkan ‘insiden Bucha’, AS pengganggas krisis Ukraina belum menunjukkan tanda-tanda mendesak perdamaian dan mempromosikan pembicaraan tapi siap memperburuk ketegangan Rusia dan Ukraina,” bunyi editorial tablod tersebut.
“Tak peduli bagaimana ‘insiden Bucha’ terjadi, tidak ada yang bisa menyangkal setidaknya satu hal: Perang itu sendiri adalah penyebab utama bencana kemanusiaan,” tambahnya.
Duta Besar China untuk PBB, Zhang Jun mengungkapkan bagaimana penggambaran warga sipil yang tewas di Bucha sangat mengganggu.
Tetapi terkait untuk menyalahkan situasi, ia mendesak semua pihak untuk menahan diri dan menghindari tuduhan tak berdasar.
Nasib Rusia di PBB
Majelis Umum PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) dijadwalkan mengadakan pemungutan suara pada Kamis (7/4/2022) hari ini untuk menentukan nasib Rusia dalam keanggotaan di Dewan HAM PBB.
Dilaporkan Reuters, sebelumnya Amerika Serikat (AS) mendesak agar Rusia segera ditangguhkan dari keanggotaan dewan atas adanya laporan pelanggaran berat dan sistematis serta pelanggaran hak asasi manusia dengan mengirim pasukannya ke Ukraina.
Dua pertiga suara, tanpa menghitung abstain, sudah cukup untuk menangguhkan satu negara dari keanggotaan Dewan HAM PBB yang beranggotakan 47 negara.
Baca juga: Sempat Anjlok hingga Diejek Presiden Biden, Rubel Rusia Kembali Perkasa
Para diplomat Barat yakin mereka memiliki cukup dukungan diantara 193 anggota Majelis Umum untuk mendukung resolusi menangguhkan Rusia.
Kejadian serupa pernah dialami oleh Libya pada tahun 2011 karena adanya kekerasan terhadap pengunjuk rasa oleh pasukan yang setia kepada Muammar Gaddafi.
Mengutip Reuters, rancangan pernyataan Majelis Umum PBB terkait masalah ini mengungkapkan keprihatinan besar atas krisis HAM dan kemanusiaan yang sedang berlangsung di Ukraina, khususnya atas laporan pelanggaran hak oleh Rusia.
Rusia saat ini ada di tahun keduanya dalam keanggotaan Dewan HAM PBB yang berlaku selama tiga tahun.
Menjadi bagian dari dewan memberikan kesempatan bagi Rusia untuk mengirimkan pesan politik yang penting dan dapat mengizinkan penyelidikan.
Rusia telah memberi peringatan bahwa negara-negara yang memberi suara 'ya' atau abstain akan dianggap telah menunjukkan gestur yang tidak bersahabat dan bisa mengancam hubungan bilateral.
Sejak invasi Rusia ke Ukraina dimulai pada 24 Februari, Majelis Umum PBB telah mengadopsi dua resolusi yang mengecam Rusia dengan 141 dan 140 suara mendukung. Rusia menolak sebutan invasi dan mengatakan pihaknya sedang melakukan operasi khusus untuk mendemiliterisasi Ukraina.
Selama itu itu, sedikitnya 1.430 warga sipil telah tewas, termasuk di lebih dari 121 anak-anak.
PBB mengatakan sekitar 11 juta warga Ukraina, atau lebih dari seperempat populasinya, telah mengungsi.
Rusia berada di tahun kedua dari masa jabatan tiga tahun di Dewan Hak Asasi Manusia.
"Rusia secara terang-terangan dan secara terbuka mengancam negara-negara yang memilih untuk menangguhkan mereka dari Dewan HAM PBB hanyalah bukti lebih lanjut bahwa Rusia perlu segera diskors dari Dewan HAM PBB," tegas Olivia Dalton, juru bicara misi AS untuk PBB, Rabu (6/4/2022), seperti dikutip Reuters.
Sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari, Majelis PBB telah mengadopsi dua resolusi yang mengecam Rusia dengan masing-masing 141 dan 140 suara mendukung.
Rusia membantah menyerang warga sipil di Ukraina.
Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengatakan pada Selasa (5/4), selama Bucha berada di bawah kendali Rusia, "tidak ada satu pun warga sipil yang menderita akibat kekerasan apa pun".
Majelis Umum sebelumnya menangguhkan sebuah negara dari Dewan HAM. Pada Maret 2011, dengan suara bulat, PBB menangguhkan Libya karena kekerasan terhadap pengunjuk rasa oleh pasukan yang setia kepada pemimpin saat itu Muammar Gaddafi.
Sumber: Reuters/CCTV/Kompas.TV/CNN