Banjir di Afrika Selatan: Korban Tewas Meningkat Menjadi 443 Orang, Puluhan Lainnya Masih Hilang
Korban tewas akibat banjir yang melanda pantai timur Afrika Selatan meningkat menjadi 443 orang, termasuk seorang penyelamat.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Korban tewas akibat banjir yang melanda pantai timur Afrika Selatan meningkat menjadi 443 orang, termasuk seorang penyelamat, kata seorang pejabat regional, Minggu (17/4/2022), seperti dilansir RTE.
"Jumlah korban tewas sekarang mencapai 443," ujar Sihle Zikalala, Perdana Menteri Provinsi KwaZulu-Natal dalam konferensi pers, di mana sebelumnya dilaporkan sekitar 340 orang yang meninggal.
Ia menambahkan bahwa 63 orang lainnya masih belum ditemukan.
"Seorang anggota tim penyelamat mengalami kesulitan bernapas dan diterbangkan ke rumah sakit. Sayangnya dia meninggal."
Hujan kini mulai mereda, memungkinkan operasi pencarian dan pengiriman bantuan berlanjut.
Zikalala mengatakan cuaca buruk telah memperlambat operasi penyelamatan di lapangan, tetapi kali ini tim akan kembali bertugas penuh.
Baca juga: Update Banjir Bandang di Afrika Selatan: 341 Orang Tewas, Lebih dari 40.000 Orang Terkena Dampak
Baca juga: Dampak Konflik Ukraina, Krisis Pangan dan Gizi Afrika Semakin Buruk, Bakal Tembus Rekor Tertinggi
Hujan deras dan banjir telah melanda sebagian kota pesisir tenggara Durban dan daerah sekitarnya sejak awal pekan lalu.
Bencana itu juga telah menghancurkan rumah sakit dan menyapu rumah serta mereka yang terperangkap di dalamnya.
Hujan Berkepanjangan
Durban, kota berpenduduk 3,5 juta itu diliputi cuaca mendung, tetapi Puseletso Mofokeng dari Dinas Cuaca Afrika Selatan mengatakan curah hujan sebenarnya mulai berkurang.
"Curah hujan akan hilang sepenuhnya saat kita memasuki hari Rabu (20/4/2022)," katanya kepada AFP.
Tetapi operasi pemulihan dan bantuan kemanusiaan terus berlanjut di pusat ekonomi dan kota magnet wisata itu.
Pantai Durban dan perairan Samudera Hindia yang hangat biasanya dipenuhi oleh para wisatawan Paskah.
Jumlah panggilan darurat terkait banjir telah menurun dibandingkan awal pekan lalu.
"Layanan darurat saat ini masih dalam siaga tinggi pada Minggu pagi," kata Robert McKenzie dari layanan darurat provinsi KwaZulu-Natal kepada AFP.
"Hujan turun pada hari Sabtu dan semalaman, tapi sekarang sudah berhenti," kata McKenzie.
Meski begitu, layanan darurat sibuk melayani keluhan di distrik Pinetown di mana sebuah rumah runtuh dalam semalam.
"Untungnya sekarang air banjir sudah surut dan (sebagian) jalan sudah dibersihkan. Akses masyarakat jauh lebih mudah," katanya.
Pemeluk agama Kristen berkumpul di gereja-gereja di seluruh kota untuk berdoa bagi mereka yang terkena dampak banjir saat peraayaan Minggu Paskah.
"Ini adalah tragedi dengan proporsi yang luar biasa," kata Thabo Makgoba, Uskup Agung Cape Town dalam pesan Paskahnya, sehari setelah dia mengunjungi Durban.
"Masyarakat menderita tekanan dan rasa sakit emosional yang parah," kata Makgoba, penerus Desmond Tutu.
Pemerintah, gereja, dan badan amal mengumpulkan bantuan untuk lebih dari 40.000 orang yang kehilangan tempat tinggal akibat banjir tersebut.
Pemerintah telah mengumumkan dana bantuan darurat sebesar satu miliar rand (Rp975 miliar).
Rumah Sakit dan Sekolah Hancur
Deputi Menteri Pembangunan Sosial Hendrietta Bogopane-Zulu, mengatakan sekitar 340 pekerja sosial telah dikerahkan untuk menawarkan dukungan kepada para korban yang trauma dengan banyak anak an kerabat lainnya yang masih hilang.
Sebagian besar korban berada di Durban, kota pelabuhan dan pusat ekonomi utama.
Beberapa bagian kota tidak dialiri air dan listrik sejak Senin setelah banjir merusak infrastruktur.
Puluhan rumah sakit dan ratusan sekolah juga hancur.
Intensitas banjir yang besar telah mengejutkan Afrika Selatan, negara di Afrika yang paling maju secara ekonomi.
Meski wilayah di tenggara pernah mengalami beberapa banjir sebelumnya, kehancurannya tidak pernah separah ini.
Orang Afrika Selatan sebelumnya telah menyaksikan tragedi serupa melanda negara-negara tetangga seperti Mozambik yang rawan topan.
Banjir ini memaksa Presiden Cyril Ramaphosa untuk menunda kunjungan kerja ke Arab Saudi yang dijadwalkan dimulai Selasa.
"Hilangnya ratusan nyawa dan ribuan rumah, serta dampak ekonomi dan penghancuran infrastruktur, membutuhkan semua tim untuk bergerak," kata Ramaphosa.
Selain banjir, negara ini masih berjuang untuk pulih dari pandemi Covid dan kerusuhan mematikan tahun lalu yang menewaskan lebih dari 350 orang, di mana sebagian besar terjadi di wilayah yang sekarang dilanda banjir.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.