Nagaenthran K. Dharmalingam, Terpidana Narkoba dengan IQ Rendah, akan Dieksekusi Mati Pekan Depan
Tanggal eksekusi mati Nagaenthran K. Dharmalingam telah ditetapkan. Ia adalah pria Malaysia yang diadili di Singapura karena membawa narkoba.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Arif Fajar Nasucha
Kecacatan ini dianggap akan mempersulit Nagaenthran untuk menilai risiko dan juga akan menyulitkannya untuk secara akurat menjelaskan keadaannya.
BBC melaporkan, IQ Nagaenthran hanya 69, tingkat yang diakui sebagai indikasi disabilitas intelektual.
Namun Pengadilan Singapura sebelumnya telah memutuskan bahwa Nagaenthran tahu betul apa yang dia lakukan.
Rincian Kasus Nagaenthran K. Dharmalingam
Mengutip Indian Express, pada 22 November 2010, Dharmalingam dijatuhi hukuman mati karena mencoba menyelundupkan 42,72 gram heroin ke Singapura.
Di bawah hukum Singapura, mereka yang tertangkap membawa lebih dari 15 g heroin akan menjalani hukuman mati.
Dia ditangkap pada April 2009 ketika mencoba menyelundupkan heroin di Woodlands Checkpoint saat memasuki Singapura dari Malaysia.
Heroin itu diikatkan ke pahanya saat itu.
Dharmalingam kemudian mengajukan banding di pengadilan banding Singapura pada Juli 2011, namun ditolak.
Pada Februari 2015, Dharmalingam mengajukan permohonan untuk diberikan hukuman penjara seumur hidup, bukan hukuman mati.
Pada tahun 2017, seorang psikiater, Dr Ken Ung, mengatakan bahwa Nagaenthran menderita kecacatan intelektual ringan, gangguan defisit perhatian dan gangguan minum - yang semuanya akan "mempengaruhi pengambilan keputusan secara signifikan".
Namun dalam pemeriksaan silang, Dr Ung justru mengatakan bahwa Nagaenthran mengalami borderline intellectual functioning.
Borderline intellectual functioning adalah kategorisasi kecerdasan di mana seseorang memiliki kemampuan kognitif di bawah rata-rata (umumnya IQ 70-85), tetapi tidak sampai mengalami kecacatan intelektual (IQ di bawah 70).
Sementara tiga psikiater lain mengatakan kepada pengadilan bahwa Nagaenthran tidak cacat intelektual, seseorang menyimpulkan bahwa batas IQ-nya mungkin telah berkontribusi terhadap kesadarannya untuk melakukan perbuatan melanggar hukum.