Rusia Tuduh Ukraina Sabot Jalur Evakuasi Warga Sipil dari Mariupol
Pertempuran di Mariupol telah berkecamuk selama hampir dua bulan, ketika pasukan Rusia dan Donetsk benar-benar mengepung kota.
Penulis: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, MARIUPOL - Upaya baru membuka koridor kemanusiaan untuk mengevakuasi warga sipil yang diduga terperangkap di pabrik baja Azovstal yang terkepung di Mariupol, telah gagal.
Militer Rusia mengakui kebuntuan itu sejak Senin (25/4/2022) malam. Moskow dan Kiev saling menyalahkan atas upaya evakuasi warga sipil yang tidak membuahkan hasil.
“Pihak berwenang Kiev hari ini kembali secara sinis mengganggu operasi kemanusiaan ini,”kata Kolonel Jenderal Mikhail Mizintsev.
“Pada 25 April 2022, pukul 8 malam (MSK), tidak ada yang menggunakan koridor kemanusiaan yang diusulkan,” lanjut Kepala Pusat Manajemen Pertahanan Nasional Rusia dikutip Russia Today, Selasa (26/4/2022).
Baca juga: Pejabat Ukraina: Pertahanan Mariupol Diambang Kehancuran
Baca juga: Jurnalis Kanada Eva Bartlett Sebut Berita Kuburan Massal di Mariupol Itu Bohong
Baca juga: Tentara Ukraina Terkepung di Pabrik Baja Mariupol, Presiden Zelensky Balik Mengancam Putin
Pejabat itu secara tegas menyalahkan kegagalan upaya evakuasi baru pada pihak berwenang di Kiev. Tidak ada inisiatif sama sekali dari Ukraina.
Meskipun berulang kali menyesali nasib warga sipil yang dikatakan bersembunyi di samping pejuang Ukraina di pabrik, Kiev belum mengambil "langkah praktis" untuk memfasilitasi evakuasi mereka.
“Perilaku yang benar-benar tidak logis dan tidak konsisten dari otoritas Kiev sekali lagi menegaskan ketidakpedulian mereka yang terang-terangan terhadap nasib orang-orang – kepada warga negara mereka sendiri,” tegasnya.
Wakil PM Ukraina Salahkan Rusia
Tak lama setelah koridor seharusnya dibuka pada pukul 14.00 waktu Mariupol, Wakil Perdana Menteri Ukraina Iryna Vereshchuk menyalahkan Moskow atas kegagalan evakuasi.
Ketika dia pertama kali mengatakan kepada media Ukraina Kiev siap melakukan "segalanya" untuk membuatnya berfungsi, tak lama kemudian dia mengklaim koridor itu tidak diatur dengan benar dan tidak berfungsi.
“Penting untuk dipahami koridor kemanusiaan dibuka atas kesepakatan kedua belah pihak. Koridor yang diumumkan secara sepihak tidak memberikan keamanan, dan karena itu, pada kenyataannya, bukan koridor kemanusiaan, ”klaim Vereshchuk dalam pernyataan Telegram.
“Saya menyatakan secara resmi dan terbuka: sayangnya, tidak ada kesepakatan tentang koridor kemanusiaan dari Azovstal hari ini,” imbuhnya.
Pertempuran di Mariupol telah berkecamuk selama hampir dua bulan, ketika pasukan Rusia dan Donetsk benar-benar mengepung kota.
Pabrik baja Azovstal tetap menjadi benteng terakhir di bawah kendali Ukraina di sana, dengan pejuang resimen Azov neo-Nazi yang terkenal jahat dan unit lainnya bersembunyi di fasilitas industri yang luas.
Rusia sebelumnya telah menawarkan para pejuang Ukraina kesempatan untuk meletakkan senjata dan menyerah, tetapi mereka menolak, menuntut untuk dievakuasi ke "negara ketiga" yang tidak disebutkan.
Rusia menyerang negara tetangga itu pada akhir Februari, menyusul kegagalan Ukraina untuk mengimplementasikan persyaratan perjanjian Minsk, yang pertama kali ditandatangani pada 2014.
Moskow akhirnya mengakui Republik Donbass di Donetsk dan Lugansk.
Protokol Minsk yang ditengahi Jerman dan Prancis dirancang untuk memberikan status khusus kepada daerah-daerah yang memisahkan diri di dalam negara Ukraina.
Kremlin sejak itu menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer NATO yang dipimpin AS.
Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim mereka berencana untuk merebut kembali kedua republik dengan paksa.
Update Proses Negosiasi Damai Rusia-Ukraina
Kementerian Luar Negeri Rusia akan mempertimbangkan jika Ukraina menghendaki pembicaraan langsung antarpemimpin kedua negara. Namun hingga kini tak ada tanda-tanda dari Kiev.
Kiev telah mengancam menarik diri dari negosiasi perdamaian sama sekali, dan bersumpah untuk "segera" merebut kembali wilayah mana pun di bawah kendali Rusia dengan bantuan senjata dari barat.
Ditanya tentang kemungkinan pertemuan tatap muka antara delegasi Rusia dan Ukraina, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Andrey Rudenko mengatakan kondisinya belum ada.
“Segera setelah kami memiliki kesepakatan yang berarti di mana pertukaran pandangan substantif dapat diadakan, maka masalah ini akan dipertimbangkan. Hal seperti itu belum ada,” kata Rudenko kepada wartawan.
Kedua belah pihak terakhir bertemu di Istanbul, Turki pada 29 Maret. Dokumen yang dikirim Ukraina ke Rusia menyimpang dari apa yang telah disepakati.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov pada pada 7 April, menuduh Kiev tidak berunding menggunakan itikad baik.
Pada hari Sabtu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan pembicaraan akan dihentikan jika "referendum semu diumumkan di republik semu baru Ukraina."
Atau berhenti jika "rakyat kita dihancurkan di Mariupol", mengacu pada sisa-sisa neo-republik. Unit Nazi "Azov" terjebak di pabrik baja Azovstal, yang mengklaim mereka berada di tengah-tengah wanita dan anak-anak.
Zelensky, yang bertemu Menlu dan Menhan AS berjanji terus memerangi Rusia, sebagai bagian dari upaya untuk mendapatkan lebih banyak senjata dari barat.
“Apa pun yang mereka tempati, kami akan kembali. Bukan soal delapan tahun, seperti 2014 akan langsung. Ini adalah masalah senjata. Jika kami memiliki cukup dari mereka, kami akan segera mulai merebut kembali wilayah yang diduduki, ” katanya.(Tribunnews.com/RussiaToday/xna)