Idul Fitri Bawa Sedikit Kegembiraan bagi Jutaan Warga Afghanistan yang Dilanda Kelaparan
Lebih dari 90 persen warga Afghanistan menghadapi kekurangan makanan, menurut data PBB.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Penduduk di Afghanistan merayakan Idul Fitri pada Minggu (1/5/2022), tetapi bagi jutaan orang, ini merupakan hari lain untuk berjuang membawa makanan ke meja.
Dilansir Al Jazeera, lebih dari 90 persen warga Afghanistan menghadapi kekurangan makanan, menurut data PBB.
Jamal, yang tidak ingin menyebutkan nama aslinya, termasuk di antara mereka yang menganggap Idul Fitri, yang menandai berakhirnya bulan suci Ramadhan, membawa sedikit kegembiraan.
Pria berusia 38 tahun itu telah berjuang untuk memenuhi kebutuhan ketika negara itu dicengkeram oleh krisis kemanusiaan parah, yang dipicu pengambilalihan Taliban, Agustus lalu.
Baca juga: Taliban Kutuk Aksi Bom Bunuh Diri di Masjid Kabul Afghanistan
Baca juga: Taliban Haramkan TikTok dan PUBG, Dianggap Bikin Sesat Anak Muda
Keluarganya yang terdiri dari 17 anggota.
Jamal menghabiskan sebagian besar bulan Ramadhan mencari pekerjaan atau dukungan untuk mencari makan sahur, makan sebelum fajar, dan buka puasa.
Jamal: Ramadhan terburuk dalam hidupku
Jamal mengatakan situasinya tidak selalu begitu mengerikan.
“Setiap Ramadhan dan Idul Fitri kami berkumpul bersama keluarga dan masyarakat untuk beribada," katanya.
"Bulan ini (Ramadhan) dan Idul Fitri selalu tentang persatuan dan pengampunan bagi kami, tetapi tahun ini sebaliknya,” kata Jamal.
“Ini adalah Ramadhan terburuk dalam hidup saya; kami tidak hanya kelaparan, tetapi tidak ada persatuan, kami juga tidak dapat beribadah dengan damai,” katanya, merujuk pada serangan baru-baru ini terhadap masjid di Afghanistan.
Jamal dipecat dari pekerjaannya di pemerintahan setelah Taliban mengambil alih.
Baca juga: Taliban Kutuk Serangan Pakistan yang Tewaskan 5 Warga Afghanistan
Baca juga: Singgung soal Kemacetan, ini Imbauan Jokowi untuk Arus Balik Lebaran 2022
"Saya selalu ingin mengabdi pada negara saya. Tapi saya tidak di militer, saya juga tidak terkait dengan kelompok politik. Dan mereka [Taliban] masih memecat saya,” katanya.
Hilangnya satu-satunya sumber pendapatan sangat memukul keluarga Jamal, dan mereka lumpuh secara finansial dalam waktu singkat.