Paus Fransiskus Ingin Bertemu Putin Terkait Ukraina, Tapi Belum Dapat Tanggapan dari Rusia
Paus Fransiskus mengatakan ingin melakukan bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk membahas Ukraina, namun belum mendapatkan tanggapan.
Penulis: Yurika Nendri Novianingsih
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Paus Fransiskus mengatakan ingin melakukan perjalanan ke Moskow untuk bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam upaya untuk menghentikan perang di Ukraina.
Tetapi, keinginan Paus Fransiskus tersebut belum mendapat tanggapan dari Putin.
Frasiskus mengajukan permintaan untuk pertemuan melalui sekretaris negara Vatikan, Kardinal Pietro Parolin, 20 hari setelah Putin memerintahkan pasukan untuk memasuki Ukraina pada 24 Februari.
Hal itu disampaikan Paus Fransiskus dalam surat kabar Italia Corriere della Sera di sebuah wawancara yang diterbitkan pada Selasa (3/5/2022).
Para Paus selama beberapa dekade telah berusaha mengunjungi Moskow sebagai bagian dari upaya lama untuk memulihkan hubungan dengan Gereja Ortodoks Rusia, yang berpisah dengan Roma lebih dari 1.000 tahun yang lalu.
Baca juga: Politisi Moskow: NATO Telah Persenjatai Ukraina untuk Serang Rusia pada Januari 2022
Baca juga: Rusia Temukan Ruang Penyiksaan oleh Ukraina di Dekat Kota Kherson
Tapi undangan tak kunjung datang.
“Tentu saja (ingin bertemu Putin), pemimpin Kremlin perlu menyediakan beberapa peluang,” kata Paus Fransiskus, seperti dikutip dari Al Jazeera.
"Tetapi kami masih belum mendapat tanggapan dan kami masih mendorong, bahkan saya khawatir Putin tidak dapat dan tidak ingin mengadakan pertemuan ini saat ini," tambahnya.
Menanggapi saran atas kunjungan ke ibukota Ukraina, Paus menjelaskan:
“Saya tidak akan pergi ke Kyiv sekarang, saya harus pergi ke Moskow terlebih dahulu, saya harus bertemu dengan Putin.”
Seruan Akhiri Perang
Selama wawancara, Fransiskus juga melaporkan percakapannya pada bulan Maret dengan Patriark Gereja Ortodoks Rusia Kirill, seorang pendukung setia invasi tersebut.
“Dengan kertas di tangan, dia membaca semua pembenaran untuk perang,” kata paus kepada Corriere.
“Saya mendengarkan dan mengatakan kepadanya: 'Saya tidak mengerti semua ini. Saudara, kami bukan ulama negara, kami tidak bisa menggunakan bahasa politik, tetapi bahasa Yesus. Untuk ini kami perlu menemukan jalan damai, untuk menghentikan tembakan senjata.'”