Elon Musk akan Buka Akun Twitter Donald Trump yang Sempat Diblokir
Elon Musk mengatakan Twitter akan membatalkan pemblokiran akun mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Elon Musk mengatakan Twitter akan membatalkan pemblokiran akun mantan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump jika akuisisi raksasa media sosial itu berhasil.
Ini menandakan betapa permisifnya platform tersebut terhadap kebebasan berbicara di bawah kepemilikannya.
Bicara secara virtual dalam konferensi, CEO Tesla ini mengatakan bahwa pemblokiran Twitter terhadap akun milik Trump adalah keputusan yang buruk dan bodoh.
Diketahui Twitter menutup akun Trump setelah kerusuhan di US Capitol pada 6 Januari 2021 lalu.
Baca juga: 5 Hal yang Mungkin Terjadi usai Elon Musk Ambil Alih Twitter, akankah Akun Donald Trump Kembali?
Baca juga: Luhut Atur Jadwal dan Lokasi Pertemuan Elon Musk dengan Presiden Jokowi
"Saya pikir itu adalah kesalahan karena mengasingkan sebagian besar negara dan pada akhirnya tidak mengakibatkan Donald Trump tidak bersuara," kata Musk, Selasa (10/5/2022), dikutip dari AP News.
Ia mengaku lebih suka penangguhan sementara dan hukuman yang disesuaikan secara sempit untuk konten yang ilegal atau sebaliknya "merusak dunia."
Pendiri dan mantan CEO Twitter, Jack Dorsey menyuarakan persetujuannya dalam cuitannya di hari yang sama.
Ia mengatakan, "pada umumnya larangan permanen adalah kegagalan kami dan tidak berhasil."
Saham Twitter turun 1,5 % pada Selasa menjadi $47,24 per-saham.
Itu 13 persen di bawah tawaran $54,20 per saham, atau $44 miliar, yang dibuat Musk pada 14 April, mencerminkan kekhawatiran Wall Street bahwa kesepakatan itu masih bisa gagal.
Musk menekankan pada Selasa bahwa itu "tentu saja bukan kesepakatan yang selesai".
Bos SpaceX ini telah berulang kali mengkritik keputusan moderasi konten Twitter, termasuk memblokir Trump karena kontennya dianggap sebagai "hasutan kekerasan".
"Jika Musk khawatir bahwa banyak orang marah karena Trump dilarang, dia harus melihat berapa banyak lagi orang yang akan marah jika Trump tidak dilarang," kata Kirsten Martin, profesor etika teknologi di Universitas Notre Dame.
"Musk tampaknya hanya khawatir tentang pendapat sekelompok kecil individu yang menghasut kekerasan atau melanggengkan ujaran kebencian."