Elon Musk akan Buka Akun Twitter Donald Trump yang Sempat Diblokir
Elon Musk mengatakan Twitter akan membatalkan pemblokiran akun mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Nuryanti
Sementara itu, mantan Presiden Trump sebelumnya mengatakan tidak berminat lagi 'bermain' Twitter meskipun akunnya dipulihkan.
Dalam wawancara dengan Fox News pada bulan lalu, Trump mengatakan akan fokus pada platform media sosialnya sendiri, Truth Social.
Musk tampaknya menerima klaim itu begitu saja, dengan mengatakan pada Selasa bahwa Trump akan pergi ke Truth Social bersama dengan "sebagian besar" dari hak politik AS.
Menurutnya, Trump akan menciptakan situasi yang "terus terang lebih buruk daripada memiliki satu forum di mana semua orang dapat berdebat".
Seorang juru bicara Trump tidak segera menanggapi permintaan komentar sebagai tanggapan atas pernyataan Musk.
Selama menjabat presiden, Trump menggunakan Twitternya sebagai campuran pengumuman kebijakan; keluhan tentang media; penghinaan terhadap perempuan, minoritas dan musuh; hingga pujian untuk para pendukungnya.
Kadang ia menuliskan cuitan itu dengan penuh tanda seru, huruf kapital, dan pernyataan satu kata seperti "Sad!".
Saat mengumumkan pemblokiran akun Trump pada 2021 lalu, Twitter mengatakan cuitan mantan presiden itu seakan menglorifikasi kekerasan dalam konteks kerusuhan di US Capitol.
Ada juga cuitan yang dinilai merupakan rencana untuk melakukan protes bersenjata terkait pelantikan presiden terpilih Joe Biden.
Pernyataan Musk pada Selasa menimbulkan pertanyaan tentang apakah orang yang diblokir selain Trump juga dapat kembali.
Baca juga: Cara Mudah Privasi Akun Twitter Terbaru di Aplikasi Android, iPhone dan PC
Baca juga: Elon Musk Pacu Pengguna Twitter Jadi 931 Juta di 2028 demi Lipatgandakan Pendapatan
Daftar panjang orang yang dilarang dari Twitter termasuk loyalis QAnon, penyangkal COVID, neo-Nazi, dan mantan bintang reality Tila Tequila, yang diskors karena pidato kebencian.
Twitter, kata Musk, saat ini memiliki bias yang kuat ke kiri, terutama karena berbasis di San Francisco.
Dugaan bias ini mencegahnya membangun kepercayaan di seluruh AS dan dunia.
"Ini terlalu acak dan saya pikir Twitter harus lebih adil."
Twitter menolak mengomentari pernyataan Musk.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)