Sri Lanka Kekurangan Pangan di Tengah Krisis Ekonomi, Warga: Kami akan Mati
Sri Lanka menderita kekurangan pangan di tengah krisis ekonomi, pemerintah pun berjanji akan memasok pupuk untuk meningkatkan produktivitas.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Sri Lanka menderita kekurangan pangan di tengah krisis ekonomi.
Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe, telah memperingatkan soal masalah ini, sembari berjanji akan membeli cukup pupuk untuk musim tanam berikutnya untuk dapat meningkatkan produktivitas.
Keputusan Presiden Gotabaya Rajapaksa pada April lalu untuk melarang semua pupuk kimia, secara drastis mengurangi hasil panen.
Walaupun pemerintah telah membatalkan larangan tersebut, tidak ada impor substansial yang terjadi.
Baca juga: Mosi Tidak Percaya Terhadap Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa Gagal di Parlemen
Baca juga: Sri Lanka Stop Bayarkan Utang Luar Negeri Demi Beli Makanan dan Pasokan Energi
"Meskipun mungkin tidak ada waktu untuk mendapatkan pupuk untuk musim Yala (Mei-Agustus) ini, langkah-langkah sedang diambil untuk memastikan stok yang cukup untuk musim Maha (September-Maret)," kata Perdana Menteri, Ranil Wickremesinghe, dalam pesannya di Twitter, Kamis (19/5/2022).
"Saya dengan tulus mendesak semua orang untuk menerima gawatnya situasi," imbuhnya.
Dilansir Reuters, Sri Lanka menghadapi kekurangan devisa, bahan bakar, dan obat-obatan.
Aktivitas ekonomi juga sangat melambat.
"Tidak ada gunanya berbicara tentang betapa sulitnya hidup ini," kata APD Sumanavathi, wanita 60 tahun yang menjual buah dan sayuran di pasar Pettah di ibu kota Kolombo, pada Jumat (20/5/2022).
"Saya tidak bisa memprediksi bagaimana keadaannya dalam dua bulan, pada tingkat ini kita bahkan mungkin tidak berada di sini," ujarnya.
Di dekatnya, ada antrean mengular di depan sebuah toko yang menjual tabung gas masak yang harganya melambung tinggi.
"Hanya sekitar 200 silinder yang dikirim, padahal yang datang sekitar 500 orang," kata Mohammad Shazly, sopir paruh waktu yang mengaku mengantre hari ketiga untuk bisa memasak makanan untuk keluarganya beranggotakan lima orang.
"Tanpa gas, tanpa minyak tanah, kita tidak bisa berbuat apa-apa," katanya.
"Pilihan terakhir apa? Tanpa makanan kita akan mati. Itu akan terjadi seratus persen," ujar Shazly.