Kekerasan Antar Geng di Haiti Menewaskan 234 Orang dalam 5 Hari
Kekerasan geng menewaskan atau melukai sedikitnya 234 orang dari 8 Juli hingga 12 Juli di Cite Soleil, Haiti.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JENEWA - Kekerasan geng menewaskan atau melukai sedikitnya 234 orang dari 8 Juli hingga 12 Juli di Cite Soleil, Haiti, lingkungan miskin dan padat penduduk di ibu kota Port-au-Prince.
Laporan ini dilansir Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Sabtu, (16/7/2022).
Dilansir AFP, kerusuhan meletus antara dua faksi yang bersaing dan polisi kota yang tidak lengkap dan kekurangan staf gagal untuk campur tangan.
Kerusuhan itu membuat penduduk terjebak di rumah mereka, sehingga tidak dapat keluar bahkan untuk makanan dan air.
Baca juga: 89 Orang Tewas dalam Kekerasan Geng Haiti untuk Perebutkan Kendali
Dengan banyaknya rumah di daerah kumuh yang terbuat dari lembaran logam, warga menjadi korban peluru nyasar.
Ambulans tidak dapat menjangkau mereka yang membutuhkan.
"Sebagian besar korban tidak terlibat langsung dalam geng dan menjadi sasaran langsung oleh elemen geng. Kami juga menerima laporan baru tentang kekerasan seksual," kata juru bicara kantor hak asasi manusia PBB Jeremy Laurence.
Awal pekan ini, Jaringan Pertahanan Hak Asasi Manusia Nasional, sebuah organisasi Haiti, telah menyebutkan jumlah korban 89 orang tewas, 16 belum ditemukan dan 74 terluka.
Selama enam bulan dari Januari hingga Juni, kantor hak asasi manusia PBB menyebutkan jumlah korban tewas 934 orang, dengan 684 orang lagi terluka.
Sebanyak 680 penculikan juga terjadi selama periode itu, katanya.
Baca juga: 89 Orang Tewas dalam Kekerasan Antar Geng di Haiti, 16 Lainnya Dilaporkan Hilang
"Kami sangat prihatin dengan memburuknya kekerasan di Port-au-Prince dan meningkatnya pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh geng bersenjata berat terhadap penduduk setempat," kata Laurence.
"Kami mendesak pihak berwenang untuk memastikan bahwa semua hak asasi manusia dilindungi dan ditempatkan di garis depan dan pusat tanggapan mereka terhadap krisis."
Pertumpahan darah di Haiti datang bersamaan dengan melonjaknya harga pangan dan kekurangan bahan bakar kronis.
Kondisi ini telah mempercepat penurunan brutal dalam situasi keamanan di Port-au-Prince.