Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menlu Rusia Sergey Lavrov Sebut Prancis dan Jerman “Bunuh” Perjanjian Minsk 2014

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan Prancis dan Jerman telah mematikan Perjanjian Minsk 2014 antara Ukraina-Donbass.

Penulis: Setya Krisna Sumarga
zoom-in Menlu Rusia Sergey Lavrov Sebut Prancis dan Jerman “Bunuh” Perjanjian Minsk 2014
RT.com
Sergei Lavrov 

TRIBUNNEWS.COM. MOSKOW – Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan Jerman dan Prancis telah membunuh Perjanjian Minsk 2014.

Padahal lewat perjanjian itu, integritas wilayah Ukraina tidak berubah sepanjang pemerintah Kiev menyelesaikan konflik di Donbass.

Tetapi menurut Lavrov, kesepakatan yang telah ditandatangani dan Jerman serta Prancis tampil sebagai penjamin, "dibunuh" oleh Berlin dan Paris.

“Ketika (Kanselir Jerman) Olaf Scholz menuntut Rusia harus menandatangani perjanjian yang memberikan jaminan integritas teritorial dan kedaulatan Ukraina, semua usahanya sia-sia,” kata Lavrov, Senin (18/7/2022).

Baca juga: Konflik Rusia-Ukraina: Apa Itu Perjanjian Minsk?

Baca juga: Rusia Sebut Zelensky Dipermainkan Barat, Akui Krisis Berakhir Jika Perjanjian Minsk Ditaati

Baca juga: Menlu Sergei Lavrov: Uni Eropa dan NATO Sedang Bentuk Koalisi untuk Perang Melawan Rusia

“Sudah ada kesepakatan seperti itu – perjanjian Minsk – yang dibunuh oleh Berlin dan Paris. Mereka melindungi Kiev, yang secara terbuka menolak mematuhinya,” tulisnya dalam opini di surat kabar Rusia Izvestia.

Rusia, Jerman dan Prancis menengahi perjanjian Minsk 2015 antara Ukraina dan Donbass, yang dirancang mengakhiri permusuhan.

Rusia saat itu tidak secara langsung memasuki wilayah konflik Donbass. Namun menurut Lavrov, Berlin dan Paris gagal memastikan kepatuhan Kiev.

BERITA TERKAIT

Lavrov mencatat mantan Presiden Ukraina Petro Poroshenko mengakui perjanjian Minsk tidak berarti apa-apa bagi Kiev, dan Ukraina menggunakannya hanya untuk mengulur waktu.

“Tugas kami adalah mencegah ancaman… untuk mengulur waktu untuk memulihkan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan angkatan bersenjata yang kuat. Tugas ini tercapai. Perjanjian Minsk telah memenuhi misi mereka, ”kata Poroshenko pada Juni.

Lavrov juga menyebutkan pada Desember 2019, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memiliki kesempatan untuk memenuhi perjanjian Minsk pada apa yang disebut KTT format Normandia yang diadakan di Paris.

Setelah negosiasi dengan para pemimpin Rusia, Jerman dan Prancis, Zelensky berjanji untuk menyelesaikan masalah seputar status khusus Donbass.

"Tentu saja, dia tidak melakukan apa-apa, dan Berlin dan Paris melindunginya sekali lagi," katanya dikutip Russia Today.

Perjanjian Minsk mencakup serangkaian tindakan yang dirancang untuk mengendalikan permusuhan di Donbass dan mendamaikan pihak-pihak yang bertikai.

Langkah pertama adalah gencatan senjata dan penarikan senjata berat yang dipantau OSCE dari garis depan, yang sampai taraf tertentu terpenuhi.

Kiev kemudian seharusnya memberikan amnesti umum kepada pemberontak dan otonomi luas untuk wilayah Donetsk dan Lugansk.

Pasukan Ukraina seharusnya menguasai daerah yang dikuasai pemberontak setelah Kiev memberi mereka perwakilan, dan jika tidak, mengintegrasikan kembali mereka sebagai bagian dari Ukraina.

Pemerintah Poroshenko menolak untuk menerapkan bagian-bagian dari kesepakatan ini, mengklaim itu tidak dapat dilanjutkan kecuali jika sepenuhnya mengamankan perbatasan antara republik yang memisahkan diri dan Rusia.

Dia malah mendukung blokade ekonomi daerah pemberontak, yang diprakarsai oleh pasukan nasionalis Ukraina.

Kepresidenan Zelensky memberikan dorongan awal untuk proses perdamaian, tetapi terhenti setelah serangkaian protes oleh radikal sayap kanan.

Kelompok itu mengancam akan menggulingkan presiden baru Ukraina jika dia mencoba memenuhi janji kampanyenya.

Kegagalan Kiev untuk menerapkan peta jalan, dan permusuhan yang terus berlanjut dengan pemberontak, adalah alasan utama Rusia ketika menyerang Ukraina pada akhir Februari.

Beberapa hari sebelum melancarkan serangan, Moskow mengakui republik Luganks dan Donetsk yang memisahkan diri sebagai negara berdaulat.

Rusia menawarkan mereka jaminan keamanan dan menuntut agar Kiev menarik kembali pasukannya. Zelensky menolak untuk mematuhi.

Perkembangan lain, Ukraina menyatakan tidak akan menyetujui konsesi teritorial apa pun sebagai bagian perjanjian damai dengan Rusia.

Hal ini ditegaskan Menteri Luar Negeri Ukraina Dmitry Kuleba. Pembicaraan antara Moskow dan Kiev telah menemui jalan buntu sejak Maret.

"Tujuan Ukraina dalam perang ini adalah untuk membebaskan wilayah kami, memulihkan integritas teritorial kami, dan kedaulatan penuh di timur dan selatan Ukraina," kata Kuleba.

“Ini adalah titik akhir dari posisi negosiasi kami,” lanjutnya dikutip Reuters.(Tribunnews.com/RT/xna)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas