Seorang Pria Jepang Ditahan di Myanmar setelah Ketahuan Rekam Aksi Demonstrasi
Laporan media Jepang identifikasi pria 20-an tahun sebagai Toru Kubota ditahan Junta Myanmar.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Seorang juru bicara pemerintah Jepang mengkonfirmasi pria Jepang ditahan oleh pemerintah Myanmar.
Wakil Kepala Sekretaris Kabinet Seiji Kihara mengatakan pada konferensi pers pada Senin (1/8/2022) bahwa pria berusia 20-an tahun itu ketahuan merekam aksi demonstrasi pada 30 Juli 2022.
Dikutip Al Jazeera, Tokyo lantas menyerukan pembebasannya sesegera mungkin.
Kihara mengatakan Kedutaan Jepang di Myanmar telah menekan Dewan Administrasi Negara yang berkuasa untuk pembebasan pria itu.
Dikutip Reuters, Kihara tidak menyebutkan nama tahanan, tetapi laporan media Jepang mengidentifikasi dia sebagai pembuat film dokumenter Toru Kubota.
Baca juga: Myanmar Witness Ungkap Junta Gunakan Pesawat Buatan Rusia untuk Menyerang Warga Sipil
Ratusan pekerja media ditahan di Myanmar
Kubota telah melaporkan untuk outlet termasuk Al Jazeera dan VICE Jepang, dengan fokus pada konflik etnis dan masalah pengungsi, menurut situs pribadinya.
Setidaknya 135 wartawan telah ditahan di Myanmar sejak kudeta, menurut Reporters Without Borders.
Kubota akan menjadi jurnalis asing kelima yang ditahan.
Sebelumnya, warga negara Amerika Serikat (AS) Nathan Maung dan Danny Fenster, serta Robert Bociaga dari Polandia dan Yuki Kitazumi dari Jepang juga mengalami peristiwa serupa.
Keempatnya akhirnya diusir dari negara itu.
Keadaan darurat Myanmar
Myanmar telah terlibat dalam kekacauan sejak kudeta militer pada Februari 2021 menggulingkan pemerintah pemenang Nobel Aung San Suu Kyi yang terpilih secara demokratis.
Baca juga: ASEAN Didesak Ambil Tindakan Setelah Militer Myanmar Eksekusi Mati 4 Aktivis Demokrasi
Kekerasan telah menyebar ke seluruh negeri sejak pemerintahan militer Jenderal Senior Min Aung Hlaing menghancurkan sebagian besar protes damai di kota-kota.
Jepang termasuk di antara sejumlah negara yang mengkritik kudeta dan akibatnya, yang terbaru mengutuk eksekusi empat aktivis anti-kudeta bulan lalu.
Media pemerintah Myanmar pada Senin melaporkan bahwa Min Aung Hlaing telah memerintahkan keadaan darurat di negara itu untuk diperpanjang enam bula.
Kebijakan ini diberlakukan dengan alasan perlunya memperkuat “sistem demokrasi multi-partai yang asli dan disiplin”.
Berita lain terkait dengan Krisis Myanmar
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)