PROFIL Ayman Al Zawahiri, Pemimpin Al Qaeda Tewas dalam Serangan Pesawat Tak Berawak, Sosok Radikal
Pemimpin Al Qaeda, Ayman Al Zawahiri, tewas pada akhir pekan lalu. Kematiannya diumumkan Presiden AS Joe Biden. Simak profil Ayman Al Zawahiri.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Garudea Prabawati
Menurut sesama tahanan Islam, Al Zawahiri secara teratur disiksa dan dipukuli oleh pihak berwenang selama berada di penjara di Mesir, sebuah pengalaman yang dikatakan telah mengubahnya menjadi seorang ekstremis yang fanatik dan kejam.
Setelah dibebaskan pada 1985, Al Zawahiri berangkat ke Arab Saudi.
Segera setelah itu, ia menuju Peshawar di Pakistan dan kemudian ke negara tetangga Afghanistan, di mana ia mendirikan faksi EIJ saat bekerja sebagai dokter di negara itu selama pendudukan Soviet.
Al Zawahiri mengambil alih kepemimpinan EIJ setelah muncul kembali pada 1993.
Ia merupakan tokoh kunci di balik serangkaian serangan oleh kelompok tersebut terhadap menteri pemerintah Mesir, termasuk Perdana Menteri, Atif Sidqi.
Kampanye kelompok untuk menggulingkan pemerintah dan mendirikan negara Islam di negara itu selama pertengahan 1990-an menyebabkan kematian lebih dari 1.200 orang Mesir.
Baca juga: Pemimpin Al Qaeda Ayman al-Zawahiri Muncul saat Peringatan 9/11, Singgung Yerusalem dan Afghanistan
Pada 1997, departemen luar negeri AS menobatkannya sebagai pemimpin kelompok Vanguards of Conquest - sebuah faksi Jihad Islam yang diduga berada di balik pembantaian turis asing di Luxor pada tahun yang sama.
Dua tahun kemudian, ia dijatuhi hukuman mati secara in absentia oleh pengadilan militer Mesir karena perannya dalam banyak serangan kelompok itu.
Target Negara Barat
Ayman Al Zawahiri diperkirakan telah melakukan perjalanan keliling dunia selama tahun 1990-an untuk mencari tempat perlindungan dan sumber pendanaan.
Pada tahun-tahun setelah penarikan Soviet dari Afghanistan, ia diyakini telah tinggal di Bulgaria, Denmark dan Swiss, kadang-kadang menggunakan paspor palsu untuk melakukan perjalanan ke Balkan, Austria, Yaman, Irak, Iran, dan Filipina.
Pada Desember 1996, ia dilaporkan menghabiskan enam bulan di tahanan Rusia setelah ditangkap tanpa visa yang sah di Chechnya, masih dari BBC.
Menurut sebuah akun yang diduga ditulis oleh Al Zawahiri, pihak berwenang Rusia gagal menerjemahkan teks-teks Arab yang ditemukan di komputernya dan ia dapat merahasiakan identitasnya.
Pada 1997, Al Zawahiri diyakini telah pindah ke kota Jalalabad di Afghanistan, di mana Osama Bin Laden bermarkas.