Rusia Tolak Ajakan AS di Program Pengendalian Senjata Nuklir
Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev menolak ajakan Presiden AS Joe Biden untuk melanjutkan pembicaraan tentang perjanjian senjata nuklir baru.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW – Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev dengan lantang menolak ajakan Presiden Amerika Serikat Joe Biden untuk melanjutkan pembicaraan tentang perjanjian senjata nuklir baru, Senin (1/8/2022).
Dmitry Medvedev yang kini menjabat sebagai Kepala Dewan Keamanan Rusia, menyebut bahwa proposal kerjasama yang diajukan Biden bertentangan dengan situasi panas yang terjadi di Moskow.
Invasi antara Rusia dengan Ukraina telah memaksa Moskow untuk mengeluarkan puluhan senjata nuklir guna membalaskan serangan yang dilakukan militer Ukraina. Alasan inilah yang membuat Rusia sulit untuk menerima tawaran pembatasan produksi senjata nuklir dengan AS.
"Semua ini, tentu saja, bagus. Tapi izinkan saya mengatakannya sekali lagi - situasinya sekarang jauh lebih buruk daripada di Perang Dingin," jelas Medvedev.
Sebelum Joe Biden mengajukan perjanjian senjata nuklir baru dengan Rusia, Moskow diketahui telah menyepakati pengurangan senjata nuklir dengan Washington dalam Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis atau START pada 2011 silam.
Baca juga: Kim Jong Un Serukan Perang, Senjata Nuklir Korut Siap Lawan AS dan Korea Selatan
Dalam kesepakatan tersebut kedua negara setuju untuk mengurangi 1.600 sistem peluncur nuklir, seperti rudal jarak jauh yang berbasis darat dengan jangkauan melebihi 5.500 kilometer, serta kapal selam dan bom jarak jauh.
Kedua negara tersebut juga sepakat membatasi jumlah senjata hulu ledak nuklir hingga 6.000. buah.
Baca juga: Pertama Kali Sejak Perang Dingin, Jumlah Senjata Nuklir Dunia Meningkat
Namun karena kesepakatan perjanjian START telah usai, membuat Biden kembali mengajak Rusia untuk memperpanjang kerjasama tersebut dengan membuat perjanjian senjata nuklir baru.
Perpanjangan kerjasama ini dilakukan AS untuk menciptakan dunia yang aman dan bebas akan senjata nuklir, tak hanya itu dengan menjalin kerjasama ini AS berharap agar invasi antara Moskow dan Kiev bisa segera mendingin.